Sejak
kemarin, saya membaca sebuah buku yang sebenarnya menjadi daftar buku
yang baru akan saya baca tahun 2022. Akan tetapi, karena satu dan lain hal (yang akan saya jelaskan di bagian akhir artikel ini), saya
akhirnya memutuskan untuk membaca ‘Atomic Habits’ karya James Clear sekarang.
Sebenarnya,
saya sudah membaca sebagian awal buku ini dalam versi Bahasa Indonesia di
Gramedia Digital beberapa bulan lalu. Tetapi, saya merasa kesulitan memahami buku terjemahan. Justru saya lebih mudah memahami sebuah buku jika
ditulis dalam Bahasa Inggris (jika itu bahasa aslinya) daripada bahasa Indonesia. Anyway, pada tulisan kali ini, saya ingin
membahas tentang salah satu bagian buku ‘Atomic Habits’ yang diulas pada bab
awal: The Plateau of Latent Potential.
Sering
kali, kita meyakinkan diri bahwa sebuah kesuksesan besar membutuhkan sebuah
aksi besar. Apakah itu kehilangan berat badan, membangun sebuah bisnis, menulis
sebuah buku, memenangkan sebuah perlombaan atau meraih sebuah tujuan apapun.
Kita menaruh tekanan pada diri sendiri untuk membuat sebuah peningkatan yang
mengguncangkan dunia, yang mana akan dibicarakan oleh banyak orang.
Sementara
itu, peningkatan kecil, 1% setiap harinya tidak terlalu menonjol, atau bahkan
tidak terlihat sama sekali. Tapi itu bisa memberikan lebih banyak peningkatkan
yang lebih bermakna untuk jangka panjang.
Kebisaan
atau habits adalah compound interest dari pengembangan diri. Sama seperti ketika
uang yang meningkat melalui compound interest dalam investasi, begitu pula
kebiasaan akan berlipat jika kita terus melakukannya.
Jika
kita pergi ke gym dalam tiga hari berturut-turut, tentu kita belum mendapatkan bentuk tubuh
yang kita inginkan. Jika kita belajar bahasa China selama satu jam dalam semalam,
kita tentunya belum mendapatkan hasil yang ingin kita lihat. Kita sering mencoba melakukan berbagai macam perubahan, tapi hasil tidak langsung terlihat,
sehingga akhirnya, kita kembali ke kebiasaan lama.
Dalam buku ini, James Clear membuat sebuah ilustrasi untuk kita membayangkan mengambil satu es batu dan menaruhnya di atas meja. Ruangan begitu dingin sampai kita bisa lihat napas kita sendiri. Kemudian secara bertahap, ruangan pun dihangatkan. 26 fahrenheit, 27 fahrenheit, 28 fahrenheit… es batu tersebut masih ada di atas meja dan tidak mencair. Suhu terus menghangat, 29 fahrenheit, 30 fahrenheit, 31 fahrenheit… dan masih belum ada yang terjadi.
Sampai
akhirnya tiba di 32 fahrenheit (0 derajat celcius), es mulai mencair. Perubahan
setiap satu derajat tampaknya tidak memberikan dampak apapun. Es juga baru
mencair di suhu 32. Akan tetapi, sebenarnya perubahan telah berlangsung dari sebelum-sebelum
itu.
Momen terobosan seringkali adalah hasil dari banyak tindakan-tindakan sebelumnya, yang membangun potensi yang dibutuhkan untuk unleash sebuah perubahan besar. Pola ini muncul di mana-mana, sebagaimana kanker menghabiskan 80% waktu hidupnya tidak terdeteksi, kemudian mengambil alih tubuh seseorang hanya dalam hitungan bulan. Begitu pula pohon bambu yang nyaris tidak terlihat pada lima tahun pertamanya, karena ia membangun sebuah sistem akar yang luas di bawah tanah sebelum akhirnya ia meroket, tumbuh tinggi menjulang hingga tiga meter dalam beberapa pekan.
Inilah
alasan kenapa sangat sulit untuk membangun kebiasaan yang berlangsung lama.
Orang sering kali membuat beberapa perubahan, gagal melihat hasil yang nyata,
dan kemudian memutuskan untuk berhenti. Kita berpikir, “aku sudah berlari pagi
setiap hari dalam sebulan, tapi kenapa tidak ada perubahan apapun pada tubuhku?”
Saat pikiran ini mengambil alih, sangat mudah bagi kita untuk menghentikan kebiasaan baik.
Maka
dari itu, untuk membuat sebuah perubahan yang berarti, sebuah kebiasaan baik
perlu bertahan cukup lama sampai menghancurkan atau melewati dataran (plateau) ini, yang mana James
Clear menyebutnya sebagai The Plateau of Latent Potential (dataran tinggi
potensi laten).
Jika
kita menemukan diri berjuang keras untuk membangun sebuah kebiasaan baik dan
menghancurkan kebiasaan buruk, itu bukan karena kita tidak memiliki kemampuan
untuk meningkatkan diri, tapi karena kita belum melewati the Plateau of Latent
Potential. Usaha kita tidak sia-sia, mereka hanya tersimpan. Sebagaimana es mencair
pada suhu 32 derajat Fahrenheit.
Saat
kamu berhasil melewati The Plateau of Latent Potential, orang akan menyebutmu
sukses dalam semalam. Dunia luar hanya melihat peristiwa-peristiwa dramatis
daripada peristiwa yang mengawali itu semua. Tapi kita tahu, itu adalah hasil kerja keras
kita selama ini, yang tampaknya tidak membuat kemajuan sama sekali, yang membuat
sebuah lompatan itu mungkin.
Konsep
ini begitu memotivasi saya, yang saat ini menghabiskan waktu 12 jam sehari di
depan laptop untuk menyusun materi online course. Saya sudah melakukannya
semenjak 1 November 2021, ini adalah bulan paling produktif saya seumur hidup di
mana saya merasa membuat trajectory nyata. Akan tetapi, kemarin dan kemarin
lusa (19 dan 18 November) saya sempat merasa, “I am nowhere near where I
thought I would be.” Saya masih sangat jauh dari target yang saya harapkan. Saya
merasa bahwa kemajuan-kemajuan saya tidak begitu terlihat dan berarti.
Ketika
pikiran itu hadir, saya langsung sadar bahwa itu memudahkan masuknya kebiasaan-kebiasaan buruk, seperti lebih lama bermain di Instagram dan membaca
berita-berita tidak penting. Saya pun mencoba mengalihkan rasa jenuh dan "sia-sia" membuat materi online course dengan berolahraga. Yang saya tahu, olahraga dapat
memicu hormone tertentu di dalam otak yang membuat kita merasa “I can conquer
the world!” atau “Aku dapat menaklukkan dunia!” Ternyata benar, mood saya memang
membaik dan saya lebih produktif pada malam harinya.
Tetapi,
saya sadar, bisa saja, saya menjadi tidak rutin lagi berolahraga. Akhirnya
saya pun membaca buku “Atomic Habits” yang akan membantu saya membangun kebiasaan baik (olahraga). Awalnya, niat saya membaca buku ini adalah untuk
mempertahankan kebiasaan rutin berolahraga yang saya mulai kemarin, tetapi
justru isi buku ini juga sangat membantu dan memberikan jawaban akar permasalahan saya sesungguhnya. Ketika saya mulai merasa putus asa dengan
berpikir bahwa tidak ada kemajuan nyata yang telah saya raih dengan membuat materi online course.
Beberapa
hari yang lalu adalah hari-hari dengan mood yang buruk yang baik saya. Tapi
saya tahu, hari-hari yang buruk adalah hari-hari yang lebih penting. Kita semua
bisa produktif saat hari baik datang, tidak ada yang spesial. Akan tetapi, jika
kita juga produktif di saat hari buruk datang, kita akhirnya membangun
kebiasaan. Ketika kebiasaan telah terbangun, yang kita butuhkan hanyalah waktu.
Waktu
yang pada akhirnya akan menampilkan sebuah perubahan besar.
#30DWCJilid33
#Day26
No comments:
Post a Comment
Jangan jadi silent reader, giliranmu bercuap-cuap ria.