Dari setiap kejadian yg tidak kita sukai atau
semenyakitkan apapun itu, percayalah pada suatu hari nanti kita akan menyadari
hikmah dibalik peristiwa itu
dan terkejut bahwa memang skenario Allah-lah yg terbaik. Salah satu cerita yg
sering saya sampaikan adalah saat pergantian semester masa-masa MA di HK.
Alhamdulillah ratusan anak SMA sudah mendengarnya, dan mudah-mudahan sedikit
terinspirasi.
Ada orang mengatakan bahwa otak saya ini pastilah sangat
cerdas, menjadi perwakilan Indonesia di berbagai konferensi internasional,
menjuarai berbagai perlombaan, dan menjadi mahasiswi berprestasi. Atau orang
tua saya sangat kaya hingga bisa membiayai saya terbang ke Amerika dan
menghadiri sebuah forum pemuda di Kantor Pusat PBB. Tidak, sama sekali tidak!
Wallahi, saya
telah bertemu ribuan orang yang jauh lebih cerdas, pintar, berkontribusi pada
masyarakat daripada diri saya. Mereka orang yang
memiliki kebulatan tekad, komitmen, kerja keras dan sangat dapat diandalkan
oleh teman-teman & organisasi dimana mereka bernaung. Meski begitu, saya bersyukur memiliki ‘cerita’ dari
pengalaman saya sendiri yang bisa saya share. Berharap mungkin orang lain ingin
mendengarnya dan memotivasi mereka yang juga merasakan hal sama.
Dulu saat MA, tempat duduk favorit
saya adalah kursi yang paling pojok belakang. Suatu hari, wali kelas
membuat tabel rangking di kertas HVS. Lalu sehelai kertas tersebut dioper dari
depan ke belakang.... saya melihat nama saya ada disana.... menduduki peringkat 29 dari 30 siswa. Sementara seisi kelas telah melihat kertas tsb karena saya
paling terakhir lihat.
Juga
ketika daftar akumulasi nilai (mata pelajaran umum) satu angkatan ikhwan-akhwat
dikumpulkan menjadi satu tabel besar, dipajang di mading kantor Tata Usaha.
Nama saya disana, berada di bagian paling bawah-bawah.
Saya memang
sudah sering ditegur guru di kantor, terancam
tidak naik kelas, nilai sering nol, mengerjakan tugas satu semester dalam
semalam, dsb. Sementara hobi & aktivitas saya semasa MA adalah nulis berpuluh-puluh novel-novelan ala drama korea, yang sebagian ceritanya saya tulis disini.
Hingga tiba hari itu... hari dimana nilai saya menjadi
tontonan seisi kelas. Tangan saya gemeteran, napas tertahan, dan mau menangis
di kelas saat itu juga.
Ketika menceritakan pengalaman ini di berbagai sesi talkshow,
entah kenapa banyak siswa-siswi SMA relatable dengan apa yang saya alami.
"Koq gue banget ya?".
Pernah juga saya mengisi acara anak SMA di
satu kelas yg di-judge "Paling Bodoh" siswa-siswanya. Satu kelas itu berisik minta ampun
dan saya katakan dengan lantang,
"Masa depan kalian tidak ditentukan oleh nilai-nilai kalian di
rapot!" dan mereka terlihat tercengang
mendengar itu. Yg menentukan
masa depan adalah bagaimana
sikap kita untuk tidak menyerah & terus belajar. Juga tentunya doa orang tua.
Apalagi ketika memasuki dunia kuliah. Kita akan
belajar bahwa selalu ada langit di atas langit. Kita akan menemukan banyak
orang yg lebih cerdas, pemikirannya lebih kritis, lebih rakus terhadap
buku-buku, dan lebih berkontribusi pada sesama. Mereka cenderung talk less do more. Ketidakmaluan menjadi penting untuk mengakui
bahwa kita ini masih bodoh sambil terus belajar, belajar, dan belajar.
Inilah yg disebut psikolog sebagai GRIT yang akarnya
adalah growth mindset (pola pikir yang terus berkembang). Inilah yang akan
membedakan si pintar dan si pembelajar. Teruslah merasa bodoh, karena tujuan
belajar bukan untuk menjadikan yg amatir jadi ahli lalu berhenti, BUKAN!!
Melainkan demi pembelajaran itu sendiri.
“Never stop learning, because life never stop teaching.”
Bagus bermotivasi seperti yang saya alami sekarang
ReplyDelete