Nama saya Maryam Qonita, sekarang saya baru saja lulus Psikologi Universitas Negeri Jakarta. Banyak orang mengenal saya ketika saya mewakili Indonesia di Forum PBB bernama Merit 360 dan saya memanfaatkan itu untuk mendapatkan voting 120 Under 40 Global Family Planning Leader. Saat voting, total saya mendapatkan 15.669 suara dari seluruh dunia.
Sebenarnya saya tidak begitu menyukai popularitas yang saya dapatkan sekarang, karena saya tahu bahwa saya masih memiliki banyak cacat disana-sini. Selain itu pula, apa yang orang lain lihat bahwa saya sukses di bidang akademik maupun go international, itu sebagian besar berasal dari jasa orang-orang di sekeliling saya.
Sebelumnya saya juga menulis artikel tentang saya di blog ini lebih dari enam dan lima tahun yang lalu. Saya menuliskan ini pun sejujurnya untuk kenang-kenangan pribadi agar ketika tua nanti, saya bisa merefleksi perasaan-perasaan saya dan perkembangan diri saya. Hehe. Meski terkesan narsis. :D
Tulisan sebelumnya:
Lulus S1 Psikologi UNJ.
Saya sekarang sudah lulus S1 Psikologi UNJ alhamdulillah dengan nilai yang cukup baik juga beberapa prestasi yang mungkin cukup membanggakan kampus. 4 tahun di kampus benar-benar pengalaman yang berharga, mengingat berada di bawah terik matahari menunggu grab dari ujung ke ujung Jakarta, mengejar commuter-line dan mengejar dosen pembimbing.
Saya sangat senang ketika banyak adik-adik kelas saya yang meminta bantuan kepada saya untuk menjadi mawapres (mahasiswa berprestasi) bahkan ketika mereka masih di Semester 1. Saya percaya adik-adik saya dapat jauh lebih baik dari pada saya.
Memburu Beasiswa S2 di Luar Negeri.
Saat ini saya murni pengangguran dan orang tua menyuruh saya fokus mengejar beasiswa S2 di luar negeri. Untuk bisa lulus beasiswa S2 keluar negeri saya merasa bahwa ternyata perjalanan mencari beasiswa itu cukup panjang. Pertama, saya harus belajar TOEFL hingga mencapai minimal 600 dan juga berbagai persyaratan lainnya (misalnya GRE minimal 300 untuk ke USA sekali tesnya 3 juta rupiah, konversi ijazah ke standar amerika membutuhkan biaya 5 juta rupiah, dan biaya pendaftaran universitas hingga 2 juta rupiah.). Saya mencoba sebaik mungkin untuk tidak banyak merepotkan orang tua dalam hal ini jadi saya melakukan beberapa research yang lebih dalam pada kampus-kampus yang tidak minta GRE atau tidak ada biaya pendaftaran.
Saya ingin sekali belajar di US, tapi banyak dari kerabat tidak menyetujui mengingat sekarang di bawah pimpinan Donald Trump. Akhirnya saya juga mempertimbangkan untuk mendaftar ke perguruan tinggi di luar Amerika Serikat seperti di Eropa, Australia dan Kanada selama jurusannya berkaitan dengan Kesehatan Internasional. Ke perguruan-perguruan tinggi selain USA memang cenderung lebih mudah, karena mereka tidak meminta GRE, konversi ijazah melalui WES, dan TOEFL minimal hanya 550.
Hal-hal di atas adalah hal-hal yang setidaknya berada di dalam pikiran saya saat ini. Prioritas saya untuk berhenti menjadi pengangguran dan melanjutkan jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Selanjutnya saya berharap agar bisa berhenti menjadi beban orang tua.
Menulis Novel Pertama Saya.
Selain itu, saya juga mengerjakan novel saya yang pertama berjudul Indonesia Terakhir. Saya pikir saya dapat mengerjakannya dengan cepat. Namun seringkali saya fokus belajar TOEFL atau juga terlalu kewalahan mencari ide kesana kemari untuk novel saya itu. Memang, novel pertama biasanya lebih lama daripada perkiraan kita di awal bagaimana itu akan terbit. Saya tidak ada harapan agar buku saya best seller, hanya ingin menghibur diri saya sendiri dan agar buku saya dapat dipajang di Gramedia.
Menyelenggarakan Konferensi di Toronto, Kanada.
Saat ini saya bekerja bersama tim OpenCon (www.opencon2017.org) dimana kami akan mengadakan sebuah konferensi internasional di Kanada bulan November 2018. Tepatnya di Toronto Public Library. Kami mengadakan rapat secara rutin melalui UberConference dimana kami merancang siapa guest speaker, sponsor, dan hal-hal teknis mengenai konferensi internasional itu.
Tahun 2015 lalu, saya mendaftar di OpenCon 2015 di Belgia dan aplikasi saya ditolak. Hingga akhirnya 3 tahun kemudian saya menjadi tim penyelenggara dan juri penerima aplikasinya. Saya bersyukur bisa memiliki kemajuan di bidang Open Education, Open Access dan Open Data. Diantara tim kami adalah Jack Andraka, salah satu remaja peraih penghargaan yang menemukan cara pengobatan Kanker Pankreas.
Menikah?
Usia saya 24 tahun dan seringkali orang-orang memberikan standar bahwa saya cukup tua untuk menikah. Saya akui saya sempat beberapa minggu galau masalah ini karena saya merasa saya perlu berada di bawah kepantasan sosial. Sampai akhirnya saya menonton film Hong Kong tahun 2015 berjudul “The Last Woman Standing” berkisah tentang wanita karir di usia 30 tahunnya dan dia dipaksa menikah ibunya dan lingkungannya banyak mengejeknya menyebutnya “Perawan Tua”.
Yang saya suka dari ending film itu, perempuan itu belum juga menikah karena jika endingnya dia menikah, itu artinya dia melakukannya karena paksaan, bukan karena kehendaknya sendiri. Film itu juga mengajarkan kita untuk tidak apa-apa merasa tertinggal dari orang lain, yang penting lakukanlah suatu hal yang membuat diri kita memiliki kenangan berharga dan tidak menyesalinya di masa depan. Well, bukan saya mematok usia tertentu untuk menikah, hanya saja saya tak ingin terbebani dengan omongan orang atau kepantasan sosial.
Karir.
Saya belum tahu ingin menjadi apa di masa depan nanti. Que sera..sera.. whatever will be will be. Saya hanya ingin fokus dengan apa yang ingin saya lakukan di hari ini agar pintu-pintu di masa depan mulai terbuka. Sehingga ketika pintu-pintu tersebut terbuka, saya jadi tahu mana jalan yang paling men-support passion saya dan memberikan manfaat yang lebih luas pada orang-orang.
yup, sesuai dugaan.. selesai baca pasti jadi iri gue :')
ReplyDelete@RiswanRapp, iri dengan pengangguran? hehe.
ReplyDeleteKita suka lupa dengan kesuksesan yang tidak nampak. Semua pahala dari usaha dan doa karena sulitnya perjuangan yang kita hadapi adalah kesuksesan juga. (Komentar ini.. udah bisa jadi penulis puisi belom? :)) )
Deletejustru disitu letak perbedaannya, di saat kita sama2 penggangguran tapi kamu udah menjelajahi belahan bumi lain, sementara aku disini... :"
ReplyDeletemaybe sy bkal ikutan tuk yg opendata topik,
ReplyDeleteberhubung dulu pernah ikutan kontestnya dalam simulasi opendata application for public.
bersegeralah mba qonita! -semangat-
akun IG nya kak
ReplyDelete