Saturday, April 6, 2019

Wawancara LPDP dengan Nilai Nyaris Sempurna, Bagaimana Caranya?


Banyak yang bertanya kenapa wawancara LPDP saya bisa mendapatkan nilai hampir sempurna, yaitu 792 dari 800. Disini ingin berbagi sedikit pengalaman dan asumsi saya bisa mendapatkan nilai setinggi itu (Dari pengalaman yang lain, katanya ini sangat tinggi sih hehe, sampai kalau gak ikut LGD kemungkinan saya bisa tetap lulus substansi). I know it is so lame to share this... Apalagi saya tidak tahu tolak ukurnya dan skema penilaiannya seperti. Tapi mudah-mudahan asumsi saya ini bermanfaat. Btw, insyaa Allah saya akan melanjutkan S2 di General Psychology New York University tahun 2019 ini dan sudah mendapatkan Letter of Acceptance.

Perlu diketahui juga, saya bukan seorang ahli dalam wawancara dan ini adalah satu-satunya wawancara resmi yang pernah saya lalui dalam hidup saya. Jadi ini murni asumsi pribadi saya mengenai apa yang saya rasa membuat sebuah wawancara bisa mendapatkan nilai yang tinggi. Mudah-mudahan membantu bagi yang tertarik mengikuti wawancara LPDP ke depannya.


Mungkin teman-teman sudah sering dengar tips-tips wawancara pada umumnya, seperti memperhatikan body language, bersikap sopan dan bersahabat, menggunakan pakaian yang rapih, simulasi wawancara dsb. Kali ini saya akan coba sharing tips yang mungkin masih jarang dibagikan atau dituliskan dalam tips-tips wawancara pada umumnya. Dan berikut adalah tips-tips wawancara dari saya:

1. Jangan Menjawab Terlalu Normatif.

Teman-teman bisa bayangkan gak, pewawancara yang kalian hadapi itu mungkin sudah menghadapi puluhan peserta atau mungkin ratusan. Jawaban-jawaban normatif pasti diulang-diulang dalam setiap sesi wawancara dan itu membosankan. Jawaban normatif itu artinya jawaban dikembalikan kepada etika/aturan/norma/nilai yang sudah diketahui secara bersama. Seperti misalnya jika ditanya "Kenapa ingin melanjutkan sekolah S2 ke Inggris?" Lalu kamu menjawab "Saya ingin meningkatkan skill, menambah pengetahuan dan pengalaman, meningkatkan kebermanfaatan dsb.". Itu adalah jawaban normatif. Lebih baik menjawab dengan detil dan spesifik, misalnya mengenai riset yang ingin ditempuh dan kenapa universitas atau supervisor di universitas tersebut menjadi perfect match buat minat riset kamu. Dan ya kenapa itu secara spesifik dapat berkontribusi untuk kemajuan Indonesia.

2. Data! Data! Data!

Disini aku mau share sesuatu yang juga mungkin banyak diabaikan oleh peserta LPDP saat wawancara, yaitu kurangnya data. Data itu sangat penting sebagai amunisi untuk kalian wawancara. Memiliki data juga termasuk mencerminkan kecerdasan dan kesiapan kamu sebagai calon penerima beasiswa LPDP. Misalnya apakah kamu tahu berita terbaru mengenai kontroversi Perda Syariah (pertanyaan seputar nasionalisme), atau pertanyaan mengenai kondisi bilateral hubungan Indonesia dengan negara tujuan (Indonesia dengan Swedia misalnya). Jangan sampai ketika ditanya, kita tidak tahu apa berbagai pertanyaan nasionalisme lainnya (organisasi separatisme, perda syariah, khilafah, komunisme, RUU ormas dsb) atau tidak tahu hubungan Indonesia dengan negara tujuan misalnya, pertanyaan seputar akademik seperti biaya studi, organisasi mahasiswa di kampus (islamic centre/komunitas Indonesia), penelitian profesor yang kamu tuju, urgensi jurusanmu di Indonesia dsb. Atau pertanyaan-pertanyaan umum mengenai LPDP, visi misi LPDP, empat nilai LPDP, dsb. Amunisi-amunisi seperti ini harus disiapkan jauh-jauh hari, segera setelah menyelesaikan tahap seleksi sebelumnya (Seleksi Berbasis Komputer).

3. Jawablah Sediplomatis dan Seobjektif Mungkin.

Bias pewawancara itu sangat mungkin terjadi, khususnya di iklim politik saat artikel ini ditulis dan saat si penulis melakukan wawancara. Jadi berusahalah untuk menjawab sediplomatis dan seobjektif mungkin! Karena kamu tidak tahu si pewawancara berpihak pada partai mana atau bahkan Paslon Presiden yang mana atau memiliki pandangan seperti apa pada satu ideologi. Lanjut mengenai Perda Syariah, ya. Kalau saya ditanya apakah setuju atau tidak dengan Perda Syariah, saya akan menjawab seperti ini:

"Dalam UU kita tidak pernah ada istilah Perda Syariah, Pak. Yang ada adalah Perda Provinsi, Perda Kabupaten Kota, Perda daerah istimewa dan Qanun untuk Aceh. Jadi istilah perda syariah itu tidak ada di UU. Dan dalam setiap penyusunan UU, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, dan Peraturan Daerah dilandaskan pada dua hal: Pancasila dan Konstitusi UUD 1945. Dimana sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa dan Pasal 29 ayat 1, Negara Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Sementara untuk Perda dilihat juga landasan sosiologis, sehingga sebuah perda itu disusun disesuaikan dengan kondisi sosial yang berlaku di masyarakat lokal. Selain itu, 'memajukan kesejahteraan umum' dalam pembukaan UUD 1945 ini juga dibedah lagi per-daerahnya, seringkali untuk memajukan kesejahteraan itu memiliki nilai dan norma yang sama dengan nilai-nilai agama, seperti membatasi alkohol untuk mencegah kejahatan."

Disini, kita jangan terjebak dengan pertanyaan setuju atau tidak setuju dengan perda syariah. Melainkan memperlihatkan pengetahuan kita mengenai hal tersebut dan memposisikan diri kita secara objektif. Ingat, jangan terlalu terjebak pada pragmatisme juga.

4. Jangan Baper.

Baiklah, seringkali pewawancara mungkin bertanya hal-hal yang menurutmu tidak patut atau memojokkanmu dari pengalamanmu atau argumentasi yang kamu miliki. Terkadang pewawancara bertanya mengenai hal-hal berbau SARA, memasuki ranah perdebatan, berkata dengan nada mengejek, bahkan mempertanyakan paslon presiden pilihanmu. Aku sih merasa dalam satu sesi wawancara tersebut, satu pewawancara memang ditugaskan untuk nyinyir terus. Pertanyaan seperti ini biasanya yang dinilah bukanlah isi dari jawabanmu, melainkan sikap kamu ketika mendapati pertanyaan itu. Apakah kamu baperan, marah, tersinggung, menangis, dsb. Karena kamu akan belajar di luar negeri dan negara akan berinvestasi ke dirimu, mereka mungkin perlu tahu apakah mental kamu cukup kuat atau tidak. Karena misalnya, konflik SARA di Amerika bisa lebih diskriminatif daripada di Indonesia. Kalau kamu langsung marah ditanya mengenai SARA saat wawancara LPDP, saat di luar negeri bisa jadi kamu lebih tidak siap jika dituduh sebagai teroris karena mengenakan jilbab.

Kalau bisa, ubah setiap pertanyaan sebagai ajang bagimu untuk semakin menunjukkan kualifikasi dan kualitas diri. Misalnya, kemarin saya mendapatkan sindiran seperti ini "Jangan-jangan nanti kamu pulang dari Amerika, malah menyebarkan paham feminis lagi.". Saat itu saya terdiam, sekali lagi, jangan terjebak dengan pragmatisme dengan menolak mentah-mentah tanpa pengetahuan. Justru perlihatkan pengetahuanmu terkait hal itu. Jadi saya berkata "Saya tidak perlu menjelaskan diri saya sebagai feminis, pak.". Dalam hati saya, karena Kartini adalah feminis tanpa lahir dari teori feminisme. Feminisme itu juga nilai yang seringkali kita implementasikan tanpa kita sadari.

Ini jawaban saya: “Karena feminis itu sendiri berbeda-beda pandangan tergantung budaya, adat, pemahaman, dsb. Dan jika didudukkan secara ilmiah, setahu saya feminis itu lahir dalam 4 gelombang. Gelombang pertama dan kedua adalah ketika di abad pertengahan, feminisme banyak mengakhiri buta huruf di kalangan perempuan-perempuan Eropa dan juga mengusung perempuan untuk juga aktif berpolitik. Tapi mungkin definisi feminisme yang sekarang implementasinya sudah bercampur dengan nilai liberalisme dan kebebasan, yang seringkali bertentangan dengan syariat dengan agama yang saya yakini yaitu Islam. Saya hanya menolak sesuatu yang bertentangan dengan syariat Islam, tidak mendefinisikan segala sesuatu yang bertentangan itu sebagai feminisme secara keseluruhan."

Lalu si pewawancara yang tadi menyindir saya mengangguk-angguk.

5. Mampu Memasuki 'Titik Bahaya' Dengan Tahu Apa yang Kau Bicarakan!

Seringkali, seorang peserta berusaha menghindari rentetan pertanyaan dengan menjawab pendek-pendek atau seperlunya saja. Karena jika mereka menjawabnya panjang-panjang, si pewawancara malah tertarik pada satu aspek yang sebenarnya tidak benar-benar peserta itu kuasai. Jadi akhirnya, mereka berusaha menghindari jawaban yang panjang dan detil untuk menghindari 'titik bahaya'. Paham kan maksudnya? Di saat bersamaan, ini akan membosankan bagi si pewawancara karena tidak ada lagi diskusi dan mereka tidak bisa menggalimu lebih jauh. Hal ini dapat diatasi kalau kamu paham dan tahu apa yang kamu bicarakan secara keseluruhan.

Misalnya, ketika saya ditanya apakah saya yakin saya akan sukses dan siap dengan dunia penelitian dan publikasi. Saya tidak menjawab, "Ya bu, saya yakin" begitu saja. Tapi saya menjelaskan lebih jauh, "Ya bu, saya yakin. Meskipun saya masih lulusan S1, namun saya sudah cukup familiar dengan dunia penelitian dan publikasi, seperti H-Index, APC, Open Access Journals, dan sistem bibliometrik di Indonesia." Dan setelah itu ditanya lebih jauh mengenai jurnal terakreditasi dan ISSN, tapi karena saya tahu apa yang saya bicarakan sebelumnya, jadi saya tidak takut memasuki diskusi yang lebih dalam lagi.

Saya bergabung dalam grup LPDP LN di telegram, dan sebagian besar peserta banyak mengeluhkan diri mereka yang menjawab terlalu panjang lalu si pewawancara malah terartik pada aspek yang tidak dikuasai si peserta. Selanjutnya, hal itu malah berusaha digali terus oleh si pewawancara sampai akhir dan peserta terjebak jadi pada 'titik bahaya'. Akhirnya peserta yang lain berkata, "Kalau gitu tips LPDP jawab pendek-pendek aja...". Sekali lagi karena tulisan ini asumsi saya saja, menurut saya lebih baik jika menjawab panjang, detil, dan komprehensif tapi mengetahui apa yang dibicarakan. Karena kalau saya sendiri jadi pewawancara, saya pasti bosan banget kalau tidak bisa menggali peserta lebih jauh untuk tahu kualifikasi mereka yang sebenarnya.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, kuasai' titik bahaya' mu apa saja, buat list semua pertanyaan yang mungkin muncul namun kamu tidak siap untuk jawab, dan persiapakan jawaban untuk hal-hal tersebut. Dua hari sebelum wawancara, titik bahaya saya adalah faktor akademik, "Kenapa harus melanjutkan sekolah ke LN dan bukan DN, kenapa harus NYU, kalau Psikologi kan lebih relevan belajar di Indonesia, apa urgensinya belajar di NYU untuk diterapkan di Indonesia dsb." Jadi hal itu saya pelajari habis-habisan, saya melakukan riset, menggali lebih jauh, sampai saya menemukan jawaban yang saya cari.

6. Kalimat Mujarab Untuk Dikatakan

Saya merasa kalimat ini mujarab sekali dan penting untuk dikatakan. "Baiklah, Pak Bu... Sebelumnya saya memahami bahwa penerima beasiswa ini akan menggunakan uang pajak yang dibayarkan oleh rakyat demi melanjutkan studi lebih tinggi. Bagaimanpun saya akan berusaha untuk dapat mengembalikan nilai tambah dari beasiswa yang diberikan LPDP untuk saya kembalikan kepada masyarakat Indonesia.”

Kalimat ini menyiratkan bahwa kalian tidak hanya ada di posisi pelamar beasiswa, namun kalian juga memahami berada di posisi si pewawancara. Bayangkan, si pewawancara akan memberikan kalian uang banyak, miliaran rupiah, dan tentunya ssebaiknya kalian bisa mengerti ada di posisi mereka. Cobalah katakan "Saya mengerti/memahami bahwa ini akan menggunakan pajak rakyat" jadi kalian sadar, itu bukan uang kalian. Setelah itu, yakinkan bahwa kalian adalah kandidat yang tepat dan investasi yang baik bagi negara, "Saya akan berusaha mengembalikan nilai tambah dari beasiswa ini kepada Indonesia.". Seperti, kalian berkata, Invest in me and I will give you the best of me.

7. Aktivitas Sosial (Non-akademik) Itu Penting

Sehari sebelum saya wawancara LPDP, seorang awardee LPDP DN yang juga kakak kelas saya berkata. "Tahu gak Mar, kalau pewawancara nanya banyak banget tentang aktivitas sosial kamu, itu artinya kamu bakalan lulus. Percaya deh." Dan memang benar sih, pewawancara kebetulan bertanya banyak sekali tentang aktivitas sosial yang kulakukan untuk bidang pemberdayaan perempuan, perlindungan anak, dan keluarga berencana. Jadi teman-teman bisa memperkaya aktivitas dari sekarang atau mencoba menuliskan kontribusi sosial yang dilakukan dalam esai dan CV.

Transkrip wawancara ada di link berikut ya: 

Sementara berikut adalah esai yang saya tuliskan 

Bagaimana jika tidak memiliki banyak kontribusi sosial dan organisasi (non-akademik)? Kalau begitu amunisinya ada pada aspek akademik, seperti penelitian, publikasi, prestasi dsb. Maka aspek itu yang perlu ditonjolkan dan dipersiapkan! Tapi jika memiliki lebih banyak amunisi (akademik dan non-akademik) itu akan jauh lebih baik lagi.

8. Mendoakan Kebaikan Pada Pewawancara

Ini mungkin untuk teman-teman Muslim ya. Biasanya kita berdoa untuk diri kita sendiri, agar kita pribadi lulus dan lain sebagainya. Kalau saya justru lebih banyak mendoakan si pewawancaranya, hehe. Saya berdoa agar jika ada kebaikan yang ada di dalam diri saya, kebaikan itu dapat dikirimkan kepada pewawancara saya. Sehingga mereka nantinya akan mengembalikan kebaikan itu berupa hasil wawancara yang baik juga. Ustadz Adi Hidayat sendiri juga pernah berkata, sebelum wawancara beasiswa, beliau mendokan si pewawancara dan mengirimkan Al-fatihah untuk mereka di sepertiga malam terakhir. Saya pernah kasih tips ini pada seorang peserta, dan dia berterimakasih karena akhirnya wawancara dia berlalu dengan baik.

Sekian tips dari saya bagaimana bisa mendapatkan nilai wawancara LPDP nyaris sempurna. Hehe. Tentunya banyak sekali tips-tips lain yang lebih mendasar, seperti berpakaian rapih, menjawab dengan tutur kata yang sopan, bahasa tubuh yang baik, tapi tulisan itu sudah pernah saya tulis di artikel saya sebelumnya di blog yang bisa dikunjungi di: Tips Wawancar LPDP http://maryam-qonita.blogspot.com/2019/01/tips-wawancara-lpdp-2018.html

Comments
9 Comments

9 comments:

  1. "Invest in me and I will give you the best of me."


    Duh kena bgt! Thanks for sharing! Love you!

    ReplyDelete
  2. Supercool! Aku bacanya enak dan ngikutin, pandangannya juga selalu positive. Menginspirasi sekal. Terimakasih sudah sharing ya, semoga selalu dapat kemudahan.. aminn

    ReplyDelete
  3. Izin promo ya Admin
    Terpercaya dan berpengalaman di Indonesia
    Depo/wd hanya 50rb saja.. mari daftar Upd4te 8ett1n9

    ReplyDelete
  4. Luar biasa kak tulisannya... Sangat bermanfaat dan meninspirasi. Mohon doanya kak, saat ini saya sedang berjuang utk lpdp tahun 2019. Semoga kuliah s2-nya lancar dan sukses selalu kak. Matur nuwun :)

    ReplyDelete
  5. semoga penulis makin sukses.. trims

    ReplyDelete
  6. Thanks for sharing! Full of inspirational words

    ReplyDelete
  7. Did you realize there's a 12 word phrase you can speak to your crush... that will induce intense emotions of love and impulsive appeal to you buried inside his heart?

    That's because hidden in these 12 words is a "secret signal" that triggers a man's instinct to love, look after and care for you with his entire heart...

    12 Words That Trigger A Man's Desire Instinct

    This instinct is so hardwired into a man's mind that it will make him work better than before to do his best at looking after your relationship.

    Matter-of-fact, triggering this influential instinct is so essential to having the best ever relationship with your man that as soon as you send your man one of the "Secret Signals"...

    ...You will instantly notice him expose his heart and soul for you in such a way he haven't expressed before and he will identify you as the only woman in the galaxy who has ever truly attracted him.

    ReplyDelete

Jangan jadi silent reader, giliranmu bercuap-cuap ria.

Related Posts Plugin by ScratchTheWeb