“Editor: Maryam Qonita dan Maryam Amatullah,” kata Kak Firda di depan para santri seusai sholat tarawih.
Jadi begini teman-teman, di pesantren aku ada majalah yang cukup populer namanya GenQ Magazine. GenQ itu singkatan dari Generasi Qurani. Terbit cuma 2 kali setahun. Tapi selalu hadir dalam bentuk GenQ paper di majalah sekolah setiap bulannya. Walaupun cuma 10 halaman sih.
Sewaktu aku kelas 1 aliyah (1 SMA), sebenarnya aku ada rencana untuk menjadi redaksi GenQ, tapi sayangnya ketinggalan. Aku yang tinggal di rumah, gak update berita di asrama kalau seleksi masuk GenQ sudah berjalan L
Pas GenQ dengan kru baru sudah terbit, jujur aja… kayaknya kalau aku yang jadi editor GenQ, aku bisa terbitkan halamannya jauh lebih baik lagi deh. Nyesel gak ikut seleksi!!!!
Kesalahan dimana-mana, mulai dari cerpen, puisi, artikel, layout dan segala macam. Terus, kakak aku bilang, namanya juga baru. Kesananya mereka pasti banyak belajar. Tapi kan kalau menurut aku, gak bisa cuma berdasarkan learning by doing. Kita harus mempelajari bidang kita bahkan hingga sel-sel terkecilnya.
Satu tahun berlalu, akhirnya seleksi masuk redaksi GenQ dimulai lagi. Kali ini aku harus ikut! Harus! Nggak boleh nggak! Pas aku lihat beritanya, aku disuruh kirim tulisan dengan kategorinya milih antara cerpen, novel, 2 puisi, atau artikel. Dan wajib kirim esai. Yang bikin aku kaget, deadlinenya satu hari lagi!!!!
Dan setelah itu, akupun langsung menulis ulang cerpen tugas bahasa Indonesia, cerpen seleksi masuk FLP, dan esai untuk seleksi masuk FLP (soalnya pas FLP, itu esai terbaik. hehe) mengingat deadlinenya satu hari lagi. Aku juga kirim untuk kategori novel(pendek) adalah The Authority. Waktu itu, aku langsung nulis The Authority. Jadi, The Authority yang temen2 baca itu adalah tulisan aku dalam waktu 1 hari.. ya, walaupun cuma rangkuman doang dari cerita aslinya sih…
Swear deh, begadang nulis The Authority. Ya, walaupun cuma disuruh milih antara cerpen, novel, puisi, atau artikel, aku maunya beda lain dari yang lain. Yang kebanyakan ngirim 2 puisi aja, mungkin cuma aku santri yang kirim 2 cerpen dan 1 novel(pendek) plus 1 esai. Hahaha. Aku jadi yakin aku akan masuk jadi redaksi.
Eeeh… ternyata karena kelewat yakin, aku gak update lagi kalau GenQ ada seleksi lanjutannya. Yaitu seleksi yang tesnya berdasarkan bidang yang ingin kita masuki. Sampai akhirnya, Eva datang dan memberi kabar kalau malam ini ada seleksi GenQ yang ketiga. Wawancara! Tapi aku aja gak ikut seleksi yang kedua, gimana bisa yakin ketika diwawancara nanti???
Kak Nijank yang wawancarai aku, dia nanya kenapa aku mau masuk GenQ dan segala macam. Dan jawaban aku klise melulu!!!
Yang paling aku ingat adalah pertanyaan, “Kalau kamu keterima jadi GenQ, tapi gak jadi editor, kamu masih mau masuk?”
Dalam hati berkata, “Gak mau. Ngapain menyibukkan diri dengan hal yang bukan bidang aku?” tapi karena saking takutnya gak keterima aku jawab aja, “Mau.”
Pas selesai wawancara, aku takut banget… bukan takut gak keterima. Tapi takut keterima tapi gak jadi editor. Oh ya, aku juga nanya ke Kak Nijank, ada seleksi susulan gak, soalnya aku gak ikut seleksi kedua. Kata Kak Nijank ada, tapi setelah Musyawarah Besar (Rapat memilih ketua OSIS)
Setelah itu, aku mulai sering ke perpustakaan baca buku Taktis Menyunting Buku (Buku ini benar-benar bermanfaat) Aku pun jadi tahu kalau kita gak bisa begitu aja learning by doing. Di buku ini juga dibahas kesalahan-kesalahan editor pemula, kesalahan-kesalahan berbahasa Indonesia (seperti sekadar, bukan sekedar), dan segala macam tentang dunia editing naskah. Setelah selesai membaca buku ini, aku langsung tahu kalau cerpen aku yang sekilas baik-baik aja itu ternyata banyak banget kesalahannya.
Aku juga mulai mencari referensi ke internet tentang segala hal yang berbau editing naskah dan dunia jurnalistik. Aku juga mencari tutorial Corel Draw dan Photoshop (soalnya kan editor mesti multitalent). Setiap hari belajar mulu tentang editing naskah. Aku jadi nyadar kalau aku ini amatiran. Tapi aku juga jadi yakin untuk seleksi susulan nanti.
Tapi ternyata setelah lama ditunggu, susulan itu tidak ada! Mungkin dibatalkan. Tapi aku sih tidak menyesal, karena dari sana, aku sudah belajar banyak. Walau dari situ juga, aku jadi tidak yakin aku akan masuk.
Pada suatu malam di bulan ramadhan 1431 H, habis sholat tarawih. Santri dilarang jangan pulang dulu karena ada pengumuman hasil seleksi GenQ. Aku deg-degan banget sampai akhirnya Kak Firda bilang “Editor: Maryam Qonita dan Maryam Amatullah,”
HWAAA!! Itu nama aku kan? Aku bersorak dalam hati walau diluar keliatan cuma nyengir doang. Hahahaha. Seneng banget rasanya, hahahaha. Aku telah mengalahkan santri lainnya. Hahaha.
Biar kutebak (sotoy mode: on), mungkin karena sebelumnya aku pernah kirim 2 cerpen dan 1 artikel ke GenQ, atau mungkin karena Kak Nijank tahu aku suka nulis novel sejak lama, atau mungkin karena aku satu-satunya yang mengirim novel, atau mungkin karena sewaktu diwawancara aku menyatakan diri dengan pd nya: “jika cerpen yang masuk jelek semua. aku yang buat”. Kak Nijank: “Tapi kalau deadline dalam satu malam?” Aku jawab: “Sebelumnya aku juga pernah bikin cerpen dalam satu malam (Hasna Sudah Pulang)”
Udah ah sotoynya. Yang pasti aku gak mau dikatakan gila jabatan. Aku gak mau disebut-sebut kayak anggota DPR yang cuma bisa ngomong doang. Sempet sih lupa sama janji-janji yang aku ucapkan sewaktu kesenengan menjadi editor. Tapi, aku langsung mengingatkan diri, I have to be a nice editor!