Kita harus bersyukur karena Indonesia merupakan negara yang dianugerahi berbagai kekayaan alam dan segala macam hasil karya manusianya. Kebudayaan tradisional kita beraneka ragam, membentang dari Sabang sampai Merauke. Dari Timor sampai ke Talaud. Hal inilah yang menyebabkan kebudayaan kita dikagumi oleh masyarakat dunia.
Jauh sebelum kebudayaan barat masuk ke bumi, kebudayaan kita jauh lebih berperadaban. Hidup bermasyarakat dengan norma-norma kesusilaan sejak dahulu sudah ada. Ironisnya, seiring dengan globalisasi, kebudayaan yang sangat mahal itu sedikit demi sedikit mulai luntur.
Penting Tapi Terlupakan
Aku adalah anak muda. Dan tidak sedikit dari anak muda termasuk diriku beranggapan bahwa kebudayaan hanyalah sesuatu yang tradisional dan kuno. Barulah ketika negara lain mencuri kebudayaan-kebudayaan yang negeri ini miliki, timbul sebuah kesadaran untuk tetap melestarikan kebudayaan yang nilainya sangat mahal. Tanyalah pada diri kita sendiri, pencurian kebudayaan semisal batik dan angklung, bukankah itu salah negeri yang hampir melupakannya?
Oleh karena itu, menurut Prof. Dr. Edi Sedyawati, mantan dirjen kebudayaan, perlu ada perlindungan budaya yang lebih jelas. Diperlukan sebuah undang-undang yang khusus untuk perlindungan karya budaya tradisional. Upaya ini tentu saja percuma tanpa ada kesadaran masyarakat akan pentingnya melesatarikan budaya tradisional.
Menurut Drs. Tashadi, peneliti Balai Kajian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta bahwa dalam budaya tradisional terkandung nilai-nilai luhur pembentuk jati diri bangsa. Ketika nilai-nilai ini hilang dan tidak lagi dimengerti oleh generasi muda maka mereka hanya akan memiliki nilai-nilai global, dan hilanglah jati diri bangsa Indonesia ini. Masalahnya upaya-upaya pemeliharaan dan pelestarian budaya tradisional sampai saat ini tidak begitu mudah dilakukan di tengah serbuan budaya modern dari luar.
Efek Globalisasi
Sekarang, kebudayaan bangsa kita terlalu mendapat suntikan dari kebudayaan barat. Walau globalisasi memiliki beberapa dampak positif, pada kenyataannya hal ini lebih banyak dampak buruknya. Seperti menurunnya rasa nasionalisme pada generasi muda dan menyeret bangsa kita dari moral yang bermartabat kepada moral rendah. Kita pun kehilangan identitas sebagai bangsa Indonesia.
Sebut saja kontes Puteri Indonesia, yang nantinya akan diwakilkan dalam ajang Miss Universe. Kebudayaan dan kecerdasan suatu bangsa tidak bisa dipresentasikan begitu saja oleh seorang wanita yang bahkan tidak malu untuk telanjang di depan dunia. Tentu saja dengan bertelanjang bukanlah sebuah simbol kebudayaan, melainkan bukankah itu bukti sebuah kebodohan yang sangat jelas?
Selain itu, kita tahu globalisasi mengusung liberalisme. Ini tentunya akan membawa kita pada pemahaman kebebasan tanpa batas, seperti free sex dan kebebasan menafsirkan Tuhan yang dilakukan oleh segelintir orang-orang liberalis.
Belum lagi dari aspek ekonomi yang jelas merugikan. Masyarakat kita cenderung untuk mencintai produk-produk luar negeri daripada produk dalam negeri. Sebut saja KFC dan McDonald yang mulai membanjiri mall-mall di Indonesia. Dan masih banyak dampak buruk lain yang terlalu banyak jika diuraikan satu demi satu.
Kebudayaan Kita di Negara Lain
Ironis memang menyadari kenyataan bahwa kebudayaan kita malah lebih populer di bangsa lain. Saya sering menonton Voice of America untuk Indonesia, dan miris menyadari ternyata pencak silat sangat populer di negeri adidaya itu bahkan ada olimpiadenya. Sementara di Indonesia lebih populer bela diri karate. Juga seorang wanita yang pernah tinggal di Bali, sepulangnya ke Amerika dia membuka sebuah toko batik saking mengagumi indahnya kebudayaan yang bangsa kita miliki. Sementara kebanyakan anak muda di sini ketika ditanya untuk apa memakai batik, mereka menjawab karena sedang trend dan bukan karena kecintaan terhadap kebudayaan tradisional.
Tahu Pattrick Portella dan Chandra Puspita? Sewaktu saya bertanya pada teman-temanku di sekolah, mayoritas dari mereka tidak tahu siapa yang saya maksud. Well, mereka adalah kelompok gamelan yang sangat terkenal di Perancis. Mereka pula sudah keliling Eropa dan mempertunjukkan kebudayaan tradisional kita di depan dunia. Mirisnya, banyak dari kita yang tidak peduli dengan hal itu. Bagi sebagian dari kita beranggapan, tetaplah gamelan adalah suatu hal yang kuno dan tidak modern.
Kita mungkin terlalu berkiblat pada kebudayaan barat. Tapi, tahukah kita bahwa The Beatles bahkan mengungkapkan kekaguman mereka pada The Tielman Brothers di majalah Rolling Stone Indonesia?
Antisipasi Derasnya Arus Globalisasi
Bagaimanapun, globalisasi adalah suatu hal yang sulit untuk dihindari. Yang terpenting bukanlah bagaimana kita menolak globalisasi, tapi bagaimana kita menyikapinya. Sebagai generasi muda tentu saja kita harus menyikapinya secara bijaksana. Kita pun dituntut cerdas menyaring unsur kebudayaan asing yang masuk tanpa harus kehilangan identitas sebagai bangsa Indonesia.
Dari berbagai sumber
Ya, betul sekali Indonesia sdh terkikis oleh budaya asing selama berpuluh-puluh tahun dan budaya asing itu selain barat juga budaya asing dari Arab, banyak sekali orang2 Indonesia tergila-gila terhadap budaya Arab, termasuk cara berpakaian dan pemikiran...Dan itu sangat berbahaya, kita lihat di negara2 Muslim Africa, dulu mereka menganut budaya nenek moyang yakni adat Africa tp setelah ulama2 dan syekh Arab hijrah ke Africa dan mengislamisasi mereka, kini budaya2 Africa tidak dapat kita jumpai lagi di sana yg ada hanya budaya Arabia dan kapan giliran Indonesia ??
ReplyDelete