Tuesday, July 20, 2021

Dua Bulan Setelah Lulus Dari NYU

 


Sekarang adalah tanggal 20 Juli 2021, dua bulan setelah kelulusanku dari NYU (19 Mei 2021). Aku banyak merenungkan tentang biaya adaptasi yang besar selama studiku di Negeri Paman Sam. Yang berakibat pada IPK yang kurang dari 3.5 pada dua semester pertama. Meski akhirnya aku berhasil lulus dengan predikat Magna Cum Laude, tetap saja, aku terpikir bahwa biaya adaptasiku cukup besar untuk bisa sepenuhnya mengikuti pelajaran di kelas.

Memasuki semester 3 dan 4, aku secara serius memperdalam kemampuan bahasa Inggrisku. Mencari berbagai sumber yang memungkinkan bagiku untuk belajar, mulai dari aplikasi belajar di ponsel, membaca materi kelas jauh-jauh hari, kursus bahasa Inggris, berinteraksi dengan teman-teman internasional sepanjang hari, memaksakan diriku untuk lebih percaya diri dalam bertanya & berdiskusi di kelas, dan lain sebagainya. Pada akhirnya, aku berhasil memperoleh nilai A di semua pelajaran pada dua semester terakhir. Bagi orang lain mungkin nilai A tidak seberapa, tapi ini menjadikanku berterimakasih kepada diriku yang mau memaksakan diri untuk maju dan lebih baik dari sebelumnya.

Tepat sebelum aku berangkat studi S2, sekolah di Amerika menjadi sesuatu yang tidak terbayangkan di benakku. Jika pun sempat terbayangkan, mungkin itu sesuatu yang besar, gelap dan menyeramkan. Saat pertama kali memasuki kelas, aku merasa kemampuanku jauh dibawah rata-rata para mahasiswa yang lain. Aku merasa tidak mampu dan akan gagal. Setelah beberapa lama melaluinya, aku merasa sekolah di Amerika adalah sesuatu yang sederhana dan within my ability. Selama aku berdisiplin dan memiliki tekad yang kuat untuk belajar, aku akan selalu mampu bertahan. Ya, seringkali ketakutan hanya dilahirkan oleh pikiran-pikiran yang rumit.

Dua bulan telah berlalu dan aku sudah berada di Indonesia sejak tanggal 5 Mei 2021. Kali ini, aku perlu kembali memaksakan diri untuk maju dan lebih baik. Banyak hal yang harus dilakukan, bukan ditunda-tunda. Banyak orang yang minta tolong, sudah seharusnya ditolong. Dan aku tahu apa yang perlu aku lakukan untuk mencapai mimpi-mimpiku,  disiplin dan lakukan saja. Namun aku masih stagnan dan menunggu kesempurnaan.

Aku tidak tahu kesempurnaan apa yang masih kutunggu. Sampai kapan aku harus menyalahkan keadaan yang membuat segalanya tidak dapat kulakukan dengan sempurna?? Mulai dari suasana rumah yang berantakan, banyak tamu, waktu yang sempit, isi pikiranku yang rumit (seperti pita kaset yang kusut), lalu teralihkan oleh ponakan yang lucu, dan buku-buku yang ingin kubaca sebelum menulis sebuah novel yang seharusnya sudah kutulis 10 tahun lalu.

Belum lagi pikiran bahwa aku belum stabil secara finansial. Aku seperti merasa dikejar oleh sesuatu yang tidak terlihat. Seharusnya di usiaku segini, aku sudah begini dan begitu. Jadi aku tidak tahu apa yang harus kumulai terlebih dahulu. Apakah aku harus fokus mencari pekerjaan terlebih dahulu? Apakah aku harus menulis novel? Apakah aku harus menulis artikel di koran sebagai pekerjaan sampinganku? Apakah aku harus memosting konten di Instagram?

Aku memiliki banyak keinginan yang begitu jauh di pandangan. Aku ingin memulai bisnis property, aku ingin membuat courses online dengan harga terjangkau, aku ingin menjadi penulis dan menerbitkan novel, aku ingin memiliki pengalaman bekerja, aku ingin melanjutkan kuliah S3, dan aku ingin kaya raya. Padahal aku sadar, perjalananan 1000 mil dimulai dari satu langkah. Tapi seringkali, aku banyak ragu dan mempertanyakan setiap satu langkahku. Membuatku seringkali hampir tidak melangkah sama sekali.

Aku bisa posting satu konten sederhana, aku bisa menulis 1-2 paragraf novel, dan lain sebagainya. Dan aku beruntung, karena Ummi berkata bahwa, tidak apa-apa aku tidak punya pekerjaan dulu. Yang penting, otakku selalu dipakai. 

Jika aku pikirkan, semua keadaan telah mendukungku untuk terus melangkah. Aku selalu punya pilihan, tidak ada yang memarahiku jika aku tidur panjang setelah hanya menulis satu paragraph hancur dan amburadul. Lalu kenapa pikiranku rumit?

Mungkin aku terlalu memikirkan apa kata orang? Apa kata orang jika aku belum juga mendapat pekerjaan yang stabil? Apa kata orang jika aku gagal? Apa kata orang jika tulisanku jelek? Apa kata orang jika aku hanya menulis sedikit hari ini? Padahal kata Deddy Corbuzier, itu adalah kalimat yang paling akan membuat gagal, WHAT OTHER PEOPLE WILL SAY. Padahal aku cukup yakini apa yang aku yakini, yang akan membuatku bahagia, dan aku melakukannya untuk diriku sendiri. Terserah apa kata orang.

 #30DWC

#30DWCJilid31

#Day4

 

Comments
1 Comments

1 comment:

  1. Terwakili banget sama semua keresahan kakak.Semangat untuk kitaa. Setuju banget kalau lakukan saja dan disiplin adalah koentji. Kalau diingat2 lagi, banyak keberhasilan yg dicapai, yg bikin nggak nyangka bisa tercapai, karena ya emang dilakuin dan disiplin. Makasihh bangett pencerahannyaa kak maryam. Sukses selaalu yaa kak :)

    ReplyDelete

Jangan jadi silent reader, giliranmu bercuap-cuap ria.

Related Posts Plugin by ScratchTheWeb