Thursday, December 16, 2021

Berusaha Menjadi Egois


Hari ini, aku menonton video Garyvee di mana dia mengatakan, "Kamu ingin menjadi selfless (tidak mementingkan diri sendiri), menjadi orang baik dan memberi kembali ke pada orang lain? Jadilah egois terlebih dahulu untuk sampai ke tempat di mana kamu harus berada."

Setelah lulus dari NYU, akusempat mengirimkan CV dan transkrip nilai ke berbagai perguruan tinggi swasta. Ummi juga bantu mencarikan pekerjaan mengajar melalui teman-temannya yang dosen. Kemudian aku pun mendapatkan tawaran mengajar di dua perguran tinggi. Akan tetapi, karena tidak yakin, pada bulan Oktober 2021, aku bilang ke ummi, "Jika Ummi izinkan, deta sebenarnya ingin berbisnis terlebih dahulu sebelum mendaftar sebagai seorang dosen." Pada saat itu, aku juga sudah menolak dua tawaran interview pekerjaan yang terkirim ke email tanpa ummi ketahui.

Tidak disangka, Ummi yang saat itu sedang berebah di atas kasur membolehkan. Ummi mengakui bahwa jika aku memperoleh pekerjaan, itu belum tentu menyelesaikan masalah finansial. Belum lagi, jika aku memiliki pekerjaan, aku akan memfokuskan seluruh perhatianku di sana, ketika perhatian tersebut bisa aku gunakan untuk membangun bisnis dengan harapan bahwa itu akan sukses dan potensi income yang tidak terbatas.

Padahal awalnya, Ummi selalu menanyakan terus secara bertubi-tubi dan terus mendorongku untuk mendapatkan pekerjaan yang stabil. Tetapi akhirnya Ummi pun berubah pikiran dan memutuskan untuk mengembalikan keputusan kepadaku.

Terkadang, Ummi memang menanyakan kapan aku punya pemasukan yang cukup besar sampai bisa membelikan Ummi rumah baru di Jakarta atau menyelesaikan cicilan mobil. Tapi aku memilih cukup egois untuk tidak mewujudkan keinginan tersebut secara terburu-buru. Aku justru menggunakannya untuk menyuruh Ummi agar selalu sehat, panjang umur, jadi jika aku sukses di atas usia 35 tahun, Ummi masih bisa menikmatinya. Aku juga meminta doanya agar rezekiku dilimpahkan. Karena aku yakin, doa seorang ibu dikabulkan oleh Yang Maha Kuasa.

Aku pikir, begitu pula alasan kenapa aku bisa S2 ke New York University. Awalnya, kedua orang tuaku melarangku S2 selain di dalam negeri, dengan alasan takut bahwa anaknya terbawa pergaulan bebas dan lain sebagainya. Apalagi di AS, BIG NO. Kakakku terus menertawakanku karena pilihan ini. Katanya dari semua negara, paling tidak boleh aku memilih Amerika. Kakakku juga akan terus meyakinkan ortu agar aku tidak diizinkan kuliah ke Amerika. Akhirnya aku pun mengiyakan mereka awalnya. Tapi bernegosiasi adalah sebuah proses dan aku tidak akan menyerah sampai mendapatkan kata "Iya." 

Kemudian, beberapa bulan kemudian, aku mencoba bernegosiasi kembali. Aku berkata kalau kuliah S2 ke Jerman sebenarnya mereka tidak perlu mengkhawatirkan pergaulan bebas karena sudah banyak kalangan Muslim Indonesia di sana. Setelah orang tua pikir-pikir, mereka pun mengiyakan. Aku boleh kuliah S2 di luar negeri asal di Jerman. 

Akan tetapi, mungkin karena aku sendiri memang tidak benar-benar berniat kuliah di negara lain selain Amerika Serikat, aku tidak memenuhi persyaratan administrasi. Saat itu, aku mendaftar kuliah Kesehatan Masyarakat di Charite Berlin. Staf administrasi pendaftaran meminta dokumen lengkap, aku tidak mengirimnya dan berkata aku tidak jadi mendaftar.

Setelah sekian lama, akhirnya, LPDP 2018 di buka. Pada tahun 2018, LPDP dibuka dengan rentang waktu yang cukup lama dan sempat hilang kabar selama hampir setahun. Para calon awardee bahkan sempat berpikir bahwa LPDP akan dihentikan karena Bu Sri Mulyani bukan menteri keungan. Namun aku bersyukur akhirnya LPDP dibuka, jadi aku bisa meyakinkan orang tuaku untuk bisa kuliah ke AS.

Akhirnya, orang tuaku pun membolehkan aku kuliah ke AS selama aku terikat dengan komunitas Muslim di sana dan dekat dengan keluarga Imam Shamsi Ali. Aku pun menyanggupi dan akhirnya aku pertama kalinya secara serius mendaftar kuliah S2 ke Amerika Serikat. Negara yang awalnya tampak begitu mustahil aku daftari. Bukan karena keterbatasan waktu belajar IELTS atau GRE saja, tapi juga restu orang tua. 

Karena menunjukkan keseriusanku, orang tua pun mengizinkanku untuk tidak bekerja terlebih dahulu. Bahkan aku dilarang bekerja dan aku wajib lulus S2 ke Amerika. Aku juga tidak ingin sense of entitlement membuatku menerima segala hal secara cuma-cuma. Jadi aku berusaha memberikan apapun yang terbaik semempuku kepada orang tua.

Begitu pula saat ini, aku rasa aku cukup egois dengan meminta kepada ortu agar mengizinkanku menikah setelah usia 33 tahun. Aku ingat, awalnya abi kaget saat aku bilang akan memikirkan menikah di usia 29, tapi sekarang, mereka mungkin tidak akan lagi terkejut jika suatu hari aku berkata memilih menikah di atas 35 atau mungkin tidak sama sekali. Meskipun angka-angka itu bukan patokan, aku hanya tidak ingin memenjarakan diri ketika aku belum sampai ke tempat di mana aku harus berada.

Lulus dari NYU, pemasukanku masih belum stabil. Orang tua kerap memintaku untuk mendapatkan pemasukan yang cukup. Tetapi aku memilih egois, kembali dengan terus bernegosiasi, bahwa aku ingin memulai bisnis. Aku menjelaskan dan aku bersyukur Ummi Abi tampaknya mengerti bahwa mendapatkan pekerjaan tidak serta merta memenuhi kebutuhan finansial. Jujur saja, aku juga tidak ingin melakukan hal yang tidak aku inginkan hanya untuk beberapa juta rupiah.

Saat ini, aku menerima banyak tawaran menjadi pemateri, membuat kursus online, memimpin startup studio games dengan 16 orang karywan, dan berpartisipasi dalam politik. Tampaknya setiap hari aku memiliki kesibukan, tapi aku tidak mendatangkan jumlah uang yang berarti. Jumlah penghasilan dari menjadi pemateri pun bervariasi dan aku tidak selamanya mendapatkan fee.

Orang sering overjudging themselves ketika menentukan mana pekerjaan yang bervalue tinggi dan hanya kesibukan belaka. Tapi aku memilih untuk tidak terlalu memusingkan itu, meski tampaknya tidak mendatangkan uang untuk saat ini. 

Begitu pula saat Garyvee mendapatkan jabatan di pabrik wine ayahnya, dia malah sibuk membuat konten untuk YouTube. Itu tahun 2009 dan YouTube tidak populer. Orang melihat dia malah sibuk dengan hal yang tidak penting, tidak mendapatkan uang, dan tidak memiliki dampak dalam waktu dekat. Tetapi, itu pada akhirnya menjadi salah satu keputusan terbaik yang dibuat oleh Garyvee, menjadikan perusahaan wine itu juga semakin dikenal, dan kekayaan Garyvee pun meroket.

Karena kita memang tidak tahu mana pekerjaan yang pada akhirnya akan bervalue tinggi di masa depan atau tidak. Maka jangan terlalu menilai tinggi waktu untuk tidak melakukan pekerjaan yang tampaknya tidak menghasilkan uang pada saat ini. Selama kamu melakukan hal yang kamu inginkan, kamu sudah menang.

Kembali lagi, setiap kita tentunya ingin bisa memberikan lebih pada orang lain. Tapi itu berarti kita juga harus egois untuk bisa sampai pada posisi tersebut. 
















Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Jangan jadi silent reader, giliranmu bercuap-cuap ria.

Related Posts Plugin by ScratchTheWeb