Saturday, November 20, 2021

The Plateau of Latent Potential

 


Sejak kemarin, saya membaca sebuah buku yang sebenarnya menjadi daftar buku yang baru akan saya baca tahun 2022. Akan tetapi, karena satu dan lain hal (yang akan saya jelaskan di bagian akhir artikel ini), saya akhirnya memutuskan untuk membaca ‘Atomic Habits’ karya James Clear sekarang.

Sebenarnya, saya sudah membaca sebagian awal buku ini dalam versi Bahasa Indonesia di Gramedia Digital beberapa bulan lalu. Tetapi, saya merasa kesulitan memahami buku terjemahan. Justru saya lebih mudah memahami sebuah buku jika ditulis dalam Bahasa Inggris (jika itu bahasa aslinya) daripada bahasa Indonesia. Anyway, pada tulisan kali ini, saya ingin membahas tentang salah satu bagian buku ‘Atomic Habits’ yang diulas pada bab awal: The Plateau of Latent Potential.

Sering kali, kita meyakinkan diri bahwa sebuah kesuksesan besar membutuhkan sebuah aksi besar. Apakah itu kehilangan berat badan, membangun sebuah bisnis, menulis sebuah buku, memenangkan sebuah perlombaan atau meraih sebuah tujuan apapun. Kita menaruh tekanan pada diri sendiri untuk membuat sebuah peningkatan yang mengguncangkan dunia, yang mana akan dibicarakan oleh banyak orang.

Sementara itu, peningkatan kecil, 1% setiap harinya tidak terlalu menonjol, atau bahkan tidak terlihat sama sekali. Tapi itu bisa memberikan lebih banyak peningkatkan yang lebih bermakna untuk jangka panjang.

Kebisaan atau habits adalah compound interest dari pengembangan diri. Sama seperti ketika uang yang meningkat melalui compound interest dalam investasi, begitu pula kebiasaan akan berlipat jika kita terus melakukannya.

Jika kita pergi ke gym dalam tiga hari berturut-turut, tentu kita belum mendapatkan  bentuk tubuh yang kita inginkan. Jika kita belajar bahasa China selama satu jam dalam semalam, kita tentunya belum mendapatkan hasil yang ingin kita lihat. Kita sering mencoba melakukan berbagai macam perubahan, tapi hasil tidak langsung terlihat, sehingga akhirnya, kita kembali ke kebiasaan lama.

Dalam buku ini, James Clear membuat sebuah ilustrasi untuk kita membayangkan mengambil satu es batu dan menaruhnya di atas meja. Ruangan begitu dingin sampai kita bisa lihat napas kita sendiri. Kemudian secara bertahap, ruangan pun dihangatkan. 26 fahrenheit, 27 fahrenheit, 28 fahrenheit… es batu tersebut masih ada di atas meja dan tidak mencair. Suhu terus menghangat, 29 fahrenheit, 30 fahrenheit, 31 fahrenheit… dan masih belum ada yang terjadi.

Sampai akhirnya tiba di 32 fahrenheit (0 derajat celcius), es mulai mencair. Perubahan setiap satu derajat tampaknya tidak memberikan dampak apapun. Es juga baru mencair di suhu 32. Akan tetapi, sebenarnya perubahan telah berlangsung dari sebelum-sebelum itu.

Momen terobosan seringkali adalah hasil dari banyak tindakan-tindakan sebelumnya, yang membangun potensi yang dibutuhkan untuk unleash sebuah perubahan besar. Pola ini muncul di mana-mana, sebagaimana kanker menghabiskan 80% waktu hidupnya tidak terdeteksi, kemudian mengambil alih tubuh seseorang hanya dalam hitungan bulan. Begitu pula pohon bambu yang nyaris tidak terlihat pada lima tahun pertamanya, karena ia membangun sebuah sistem akar yang luas di bawah tanah sebelum akhirnya ia meroket, tumbuh tinggi menjulang hingga tiga meter dalam beberapa pekan.

Inilah alasan kenapa sangat sulit untuk membangun kebiasaan yang berlangsung lama. Orang sering kali membuat beberapa perubahan, gagal melihat hasil yang nyata, dan kemudian memutuskan untuk berhenti. Kita berpikir, “aku sudah berlari pagi setiap hari dalam sebulan, tapi kenapa tidak ada perubahan apapun pada tubuhku?” Saat pikiran ini mengambil alih, sangat mudah bagi kita untuk menghentikan kebiasaan baik.

Maka dari itu, untuk membuat sebuah perubahan yang berarti, sebuah kebiasaan baik perlu bertahan cukup lama sampai menghancurkan atau melewati dataran (plateau) ini, yang mana James Clear menyebutnya sebagai The Plateau of Latent Potential (dataran tinggi potensi laten).

Jika kita menemukan diri berjuang keras untuk membangun sebuah kebiasaan baik dan menghancurkan kebiasaan buruk, itu bukan karena kita tidak memiliki kemampuan untuk meningkatkan diri, tapi karena kita belum melewati the Plateau of Latent Potential. Usaha kita tidak sia-sia, mereka hanya tersimpan. Sebagaimana es mencair pada suhu 32 derajat Fahrenheit.


Saat kamu berhasil melewati The Plateau of Latent Potential, orang akan menyebutmu sukses dalam semalam. Dunia luar hanya melihat peristiwa-peristiwa dramatis daripada peristiwa yang mengawali itu semua. Tapi kita tahu, itu adalah hasil kerja keras kita selama ini, yang tampaknya tidak membuat kemajuan sama sekali, yang membuat sebuah lompatan itu mungkin.

Konsep ini begitu memotivasi saya, yang saat ini menghabiskan waktu 12 jam sehari di depan laptop untuk menyusun materi online course. Saya sudah melakukannya semenjak 1 November 2021, ini adalah bulan paling produktif saya seumur hidup di mana saya merasa membuat trajectory nyata. Akan tetapi, kemarin dan kemarin lusa (19 dan 18 November) saya sempat merasa, “I am nowhere near where I thought I would be.” Saya masih sangat jauh dari target yang saya harapkan. Saya merasa bahwa kemajuan-kemajuan saya tidak begitu terlihat dan berarti.

Ketika pikiran itu hadir, saya langsung sadar bahwa itu memudahkan masuknya kebiasaan-kebiasaan buruk, seperti lebih lama bermain di Instagram dan membaca berita-berita tidak penting. Saya pun mencoba mengalihkan rasa jenuh dan "sia-sia" membuat materi online course dengan berolahraga. Yang saya tahu, olahraga dapat memicu hormone tertentu di dalam otak yang membuat kita merasa “I can conquer the world!” atau “Aku dapat menaklukkan dunia!” Ternyata benar, mood saya memang membaik dan saya lebih produktif pada malam harinya. 

Tetapi, saya sadar, bisa saja, saya menjadi tidak rutin lagi  berolahraga. Akhirnya saya pun membaca buku “Atomic Habits” yang akan membantu saya membangun kebiasaan baik (olahraga). Awalnya, niat saya membaca buku ini adalah untuk mempertahankan kebiasaan rutin berolahraga yang saya mulai kemarin, tetapi justru isi buku ini juga sangat membantu dan memberikan jawaban akar permasalahan saya sesungguhnya. Ketika saya mulai merasa putus asa dengan berpikir bahwa tidak ada kemajuan nyata yang telah saya raih dengan membuat materi online course.

Beberapa hari yang lalu adalah hari-hari dengan mood yang buruk yang baik saya. Tapi saya tahu, hari-hari yang buruk adalah hari-hari yang lebih penting. Kita semua bisa produktif saat hari baik datang, tidak ada yang spesial. Akan tetapi, jika kita juga produktif di saat hari buruk datang, kita akhirnya membangun kebiasaan. Ketika kebiasaan telah terbangun, yang kita butuhkan hanyalah waktu.

Waktu yang pada akhirnya akan menampilkan sebuah perubahan besar.


#30DWCJilid33

#Day26

 

 

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Jangan jadi silent reader, giliranmu bercuap-cuap ria.

Related Posts Plugin by ScratchTheWeb