Beberapa
hari yang lalu, saya melihat postingan ini lewat di Instagram Explore. Tulisannya
“Don’t feel sad if someone rejects you, people usually reject expensive things
and go for the cheap one,” yang berarti “Jangan sedih jika seseorang menolakmu.
Orang biasanya menolak hal-hal yang mahal dan memilih yang murah.”
Baiklah,
tulisan ini mungkin uneg-uneg karena saya tidak bisa mencerna quote tersebut. Karena
tidak tercerna dengan baik, jadi saya merasa benar-benar ingin “mengeluarkannya.”
Saya
sungguh tidak mengerti kenapa seseorang harus merendahkan orang lain agar bisa
meninggikan dirinya? Mereka yang mengiyakan post ini mungkin memiliki
insekuritas yang sangat besar dan berusaha menutupnya dengan meninggikan diri
mereka sendiri. Karena merasa bahwa diri mereka tidak “tinggi” mereka pun terpaksa
merendahkan orang lain.
Kita
sering punya standar ganda. Kita begitu yakin bahwa ucapan orang lain tidak menentukan
siapa kita. Tetapi kita merasa ucapan kita menentukan siapa orang lain?
Padahal,
ucapanmu tidak mendefinisikan orang lain. Ucapanmu mendefinisikan dirimu
sendiri. Psikolog dari NYU, Guy Winch, berkata bahwa kualitas yang kita lihat
pada orang lain menyampaikan banyak hal mengenai bagaimana kamu melihat dirimu
sendiri!
Mengenai
standar ganda. Kita sering meyakini standar tertentu jika itu menguntungkan
kita, dan menaruh standar yang berbeda pada orang lain. Dalam Psikologi Kognitif
dan Psikologi Perkembangan, orang yang hanya bisa berpikir dari sudut
pandangnya sendiri disebut tidak memiliki theory of mind. Mereka juga sering
memiliki false belief (kepercayaan palsu). Selama masa perkembangan, ini
terjadi pada anak-anak di bawah usia enam tahun.
Jika
seseorang menolakmu atau mencampakkanmu, wajar jika kamu merasa sedih. Mereka
tidak memperjuangkanmu dan membuatmu menanyakan harga dirimu sendiri. Kamu
boleh bersedih, tapi jangan berlarut-larut. Jika perlu, tidak usah lagi lah memikirkan sesuatu yang namanya harga diri!
Saya
teringat salah satu nasihat dari Guy Winch.
“Harga diri kita tidak tetap atau stabil. Kita bisa merasa baik tentang diri kita sendiri suatu pagi, dan buruk tentang diri kita sendiri keesokan harinya. Tanpa alasan yang jelas sama sekali.
Harga diri kita bertentangan. Kita bisa merasa benar-benar tidak berharga dan tidak berguna. Namun kita masih percaya bahwa kita adalah berlian di tengah lumpur. Permata yang menunggu untuk ditemukan.
Harga diri kita tergantung pada bagaimana kita menyikapi sesuatu. Ketika seseorang memberi tahu bahwa kita melakukan pekerjaan dengan baik, kita ikut mengartikannya begitu. Atau sebaliknya.
Mengingat begitu sering harga diri berubah-ubah dan kontradiktif, mungkin kita seharusnya tidak terlalu memperhatikan harga diri.
Mungkin hari-hari dengan harga diri rendah sebenarnya hanyalah hari-hari dengan suasana hati atau energi yang rendah. Mungkin kita merasa buruk namun tetap mengakui bahwa kita layak.”
Sebagai
seorang Muslim, saya sendiri merasa bahwa kisah Abu Bakar melamar Fatimah sangat
inspiratif. Abu Bakar adalah sahabat terdekat Nabi. Beliau memiliki julukan Ash
Shiddiq (orang yang terpercaya), tutur katanya lembut, kaya raya di dunia dan akhirat
hingga Malaikat Jibril ditugaskan untuk menjaga surganya Abu Bakar yang begitu
luas.
Tetapi
saat Beliau melamar Fatimah, Allah menetapkan hati Nabi Muhammad untuk menolak
tawaran tersebut. Sampai akhirnya Ali datang dan Allah membalikkan hati Nabi
Muhammad untuk akhirnya menjodohkan putrinya dengan Ali bin Abi Thalib.
Ali
juga seorang sahabat yang mulia. Hanya dua sahabat Nabi yang tidak pernah
menyembah Berhala sebelum Islam datang, Abu Bakar dan Ali. Keduanya memiliki
kemuliaan dan keutamaan masing-masing. Keduanya juga salah satu dari Khilafah yang
memimpin Muslim setelah Nabi wafat. Tetapi Allah menetapkan segala sesuatu sesuai
kadarnya masing-masing.
Bukan
karena seseorang lebih tinggi atau lebih rendah, lebih kaya atau lebih miskin, yang
akhirnya menentukan apakah kita diterima atau ditolak seseorang. Sebuah hubungan
yang kandas, terlepas apapun kisah yang melatarbelakanginya, sebenarnya ada
satu hal yang bisa dijejak sebagai penyebab: terdapat ketidakcocokan.
Sebagaimana
kamu bisa menjadi satu paket utuh tapi terkirim ke alamat yang salah. You can
be a whole package but delivered to a wrong address. Bukan karena kamu tidak
berharga atau orang lain lebih berharga dan lain sebagainya, tapi simply,
terdapat ketidakcocokan.