(Buatan Kakak Aku)
Semua orang pasti memiliki mimpi. Dari anak kecil sampai kakek-kakek. Ketika aku masih kecil aku memimpikan menjadi seorang ilmuan. Aku membayangkan aku menciptakan berbagai macam benda yang praktis dan keren-keren. Aku menciptakan jam tangan yang ada tv tiga dimensinya juga peta di seluruh dunia. Semakin lama keinginan ku berubah. Aku membayangkan menjadi seorang detektif. Dengan gaya yang keren aku memecahkan berbagai kasus dengan mudahnya. Beranjak semakin besar aku ingin menjadi orang terkenal. Bisa mengenal banyak orang dan pergi keliling dunia. Aku ingin jadi seorang pengacara, dengan argumenku aku bisa mengalahkan lawan-lawanku. Sekarang aku ingin jadi penulis yang punya impian yang mustahil, aku ingin punya kakak.
Kadang impian bisa berwujud dalam asmara. Ketika aku beranjak remaja aku tak lagi berpikir sederhana. Aku mulai bermimpi ingin memiliki kisah cinta yang tak biasa. Aku ingin memiliki kisah unik yang bisa kutuliskan, kuabadikan. Sehingga semua orang bisa membaca kisahku. Entah ketika aku beranjak dewasa apakah impianku akan berubah seiring umurku. Aku tak tahu. Tapi aku yakin aku akan terus bermimpi. Dan aku akan terus menuliskan mimpi-mimpiku dalam bentuk tulisan. Karena impianku yang sederhana yang mungkin baru bisa kucapai adalah menjadi seorang penulis. Yah paling tidak aku menjadi seorang penulis. Aku akan menyimpan mimpi-mimpiku yang beragam menjadi sebuah tulisan.
Aku bermimpi sebuah kisah. Sebuah kisah yang luar biasa. Aku terhanyut dalam kisah itu. Aku mengenal tokoh-tokohnya seolah mengenal adik-adikku. Aku benar-benar membuat kisah yang berbeda dari orang lain. Hanya saja aku tak mampu menuliskan kisah itu. Selalu saja ada halangannya. Aku selalu menggantung sebuah kisah sehingga belum pernah selesai. Aku belum menulis satu buku pun. Selalu kuhentikan setelah beberapa lembar. Aku benci sifatku yang begitu. Aku iri melihat adikku yang sudah menulis lebih dari sepuluh buku! Mengapa aku tak bisa?
Ketika ku melihat pendaftaran masuk FLP aku baru tahu saat kelas dua aliyah. Mungkin hanya aku saja yang mendaftar FLP dari kelas dua aliyah. Tanggung memang. Namun aku berpikir, jika aku bisa ikut dalam FLP mungkin sifat jelekku ini bisa teratasi. Lagipula aku bisa membuka jalan masuk ke FLP pusat dan aku mungkin akan lebih mudah mengirimkan naskah novel ke FLP.
Sejujurnya aku juga berminat menulis skenario film. Bayarannya besar, cepat dan aku lebih mudah mengirimkannya karena aku kenal salah satu produser. Tapi aku tertarik dengan fenomena Harry Potter, Ayat-ayat Cinta, atau Laskar Pelangi. Aku tertarik dengan fenomena JK Rowling, Habiburahman El-Shirazy, atau Andrea Hirata. Mereka semua bisa menciptakan buku yang hebat. Seorang penulis skenario takkan dilirik meski kisah buatannya menghasilkan film Box Office. Yang akan dilirik paling sutradranya, atau pemain filmnya. Di Oscar tak ada penghargaan bagi penulis skenario terbaik. Tapi jika seorang pengarang buku menghasilkan sesuatu buku yang bagus, atau paling tidak menghasilkan sebuah buku, ia akan dihargai oleh orang lain paling tidak teman-temannya. Aku mungkin terlalu jauh memikirkannya namun aku sudah memiliki mimpi untuk menjadi seorang penulis. Karena impianku banyak aku hanya ingin mewujudkan salah satunya.
Aku ingat perkataan Ust. Rahmat Abdullah kepada Mba Helvy Tiana Rosa. Ia mengatakan, “Teruslah berjuang dengan pena-pena itu!” bukankah dengan begitu selama ini kita sedang berjuang? Kita sedang berjuang menyampaikan syi’ar dakwah lewat tulisan. Jika Harry Potter saja bisa ‘menyihir’ masyarakat dunia dengan kisahnya yang berbau sihir, mengapa kita tak bisa turut mempengaruhi dunia lewat buku-buku kita? Bukankah sudah banyak buku-buku berlatar Islam yang tersebar di penjuru dunia? Kisah klasik Laila dan Majnun yang memiliki latar belakang Islam atau Kisah Abu Nawas dari Baghdad. Bahkan kisah Nasruddin, sufi jenius yang hidup di zaman Timur Lenk pun sudah dibaca masyarakat eropa.
Selain menyampaikan dakwah kita juga bisa menyampaikan berita lewat tulisan. Ketika semua orang sudah melupakan kasus pemberontakan mahasiswa pada zaman Soekarno, buku diary seorang aktivis bernama Gie mampu mengingatkan kita lagi akan kerasnya perjuangan para pemuda. Gie mampu membuat kita kembali mengenang jasa para pemuda di era pemberontakan. Kenapa kita tak bisa? Kita bisa membuat kisah tentang nasib para muslimah di negeri-negeri perang. Sebuah kisah romantis negeri perang pernah terlintas di pikiranku saat aku mendengar berita bahwa Pangeran Harry ingin pergi ke Palestina. Kisah Keluarga Kerajaan Inggris itu memang sudah lama menyita perhatianku. Aku mencoba meramu kisah fiksi tentangnya. Kuubah nama Pangeran Harry menjadi Pangeran Keith dan kumulai kisahnya setelah Lady Diana, atau dalam kisahku kunamakan Lady Evelyn, meninggal dunia. Kubuat kisah cinta Pangeran Keith dengan gadis Palestina berlatar perang. Mengapa tidak? kalau saja kisah itu jadi aku akan membuat orang-orang tahu kisah para muslim Palestina yang sedang tertindas. Mungkin aku memang hanya salah satu dari para penulis yang melakukannya tapi aku juga akan memberi andil membantu mereka kan?
Atau kita bisa menyampaikan ilmu pengetahuan lewat tulisan? Seperti buku Sherlock Holmes atau Laskar Pelangi. Buku yang sarat dengan ilmu. Banyak hal-hal yang baru kita ketahui dengan membaca kedua buku itu. Seperti argumen-argumen pintar Lintang saat berlomba bersama Ikal. Atau seperti analisis-analisis Sherlock Holmes ketika memecahkan kasus. Tanpa kita sadari kita sudah mendapat pengetahuan yang tak biasa. Kurasa tak susah membuat kisah yang sarat dengan ilmu pengehuan. Misalnya saja membuat novel misteri. Aku sedang membuatnya. Sebuah kisah seorang Ketua FBI muda yang menghadapi kasus yang berhubungan dengan masa lalunya. Kisah yang dilatar belakangi kisah dendam, dengan sedikit bumbu percintaan namun sarat dengan ilmu. Tanpa melupakan pesan-pesan Islam di dalamnya, meski sedikit. Hal yang penting hanyalah mampu untuk memikirkannya secara logis dan berurut. Melakukan simulasi cerita dalam bayang-bayang mimpi.
Banyak hal yang juga bisa kita lakukan dengan tulisan. Menyampaikan kisah tentang masalah sosial yang sering terjadi di sekitar kita. Kisah pemuda broken home atau hal yang lainnya yang mampu membangkitkan kepedulian sosial para pembacanya. Seperti kisah di buku Finding Ben. Bagaimana seorang ibu yang memiliki anak dengan kelainan yang langka. Penyakit yang disebut Sindrom Aspergers. Ben, anaknya tak pernah bisa bergaul dengan orang lain dan memiliki ingatan seperti komputer. Kita juga bisa menuliskan kisah seperti itu. Semisal kisah sekelompok pemuda dengan latar belakang yang berbeda-beda dalam salah satu mimpiku. Pemuda pengangguran, pemuda kaya kesepian, pemuda dengan masalah ekonomi (miskin), pemuda dengan masalah pendidikan, pemuda broken home, dan pemuda yang punya masalah dalam percintaan. Ketika mereka bertemu dan bergabung menjadi satu pasti akan sangat menarik bukan? Dengan begitu kita akan dapat melihat para pemuda yang mengalami masalah ini dengan sudut pandang lain. Kita tak bisa terus menghakimi remaja-remaja seperti mereka.
Begitulah caraku bermimpi. Dalam sesaat aku memimpikan seorang pangeran yang mengejar-ngejar gadis muslimah, sesaat berikutnya aku memimpikan seorang detektif muda yang tampan di sekolah klasik terkenal, dan tak lama kemudian aku juga bermimpi tentang sekelompok pemuda bermasalah. Namun aku masih punya banyak mimpi. Tak sedikit mimpiku yang ingin kuubah kedalam bentuk kenyataan, lewat tulisan.