“Kau mungkin tidak mengingatku, Seiji,” kata Kimura mengemudi sebuah mobil kijang. Sementara itu, Zoh mencoba memberontak. Tangannya diikat dan di sampingnya terdapat dua orang pria bertubuh besar yang menjaganya agar tidak kabur.
“Siapa kau sebenarnya?” tanya Zoh.
”Siapa aku sebenarnya? Kau sedang lupa ingatan, jadi walaupun aku katakan siapa aku yang sebenarnya, kau tidak mungkin ingat.”
”Baiklah, apa maumu?”
”Mauku? Balas dendam atas kematian adikku!” ujar Kimura dengan nada lebih tinggi. ”Tanggal 27 Juli 2001, apa kau ingat itu? Itu adalah hari ditangkapnya Asuka. Itu semua karena ulahmu!” ujar Kimura sambil terus mengemudikan mobilnya.
”Asuka?” tanya Zoh dengan nada tercekat. Kepalanya mulai terasa sakit. Ia seperti pernah mengetahui nama itu.
”Sekarang kau mungkin tidak ingat. Tapi aku akan membuatmu ingat. Kamu tidak mengerti bagaimana Asuka membenci Yi Jae. Yi Jae telah membunuh ayah kami yang dulu. Demi mendapatkan popularitas di Jepang, dia menghipnotis ayahku dan bermalam dengannya. Tapi kau, hanya demi melindungi penyanyi itu, kau menjebloskan adikku ke penjara. Pada hari itu juga, aku membunuh ayahku sendiri dan ibuku menjadi gila.” (Ada di buku pertama ”A Love in I.A.S High School”, cuma karena bukunya hilang, ceritanya tidak kutulis.)
”Aku tidak melakukannya,” Zoh melepaskan tangannya dari kepalanya yang pening.
”Aku akan membuatmu ingat dan mengakui perbuatanmu, Seiji!”
”Bukan pada tanggal 27 Juli 2001, tapi pada tanggal 26 Juli.”
”Apa?”
”Hari ditangkapnya Asuka adalah tanggal 26 Juli 2001, dan pada tanggal 27 Juli adalah rekayasa kepolisian agar bisa menjebak ayahmu dan mendapatkan informasi darinya tentang skandalnya bersama para artis. Tapi ternyata kami gagal mendapatkan ayahmu malam itu, karena kau terlanjur membunuhnya. Tapi, faktanya dugaan skandal tentang ayahmu di infotainment itu adalah bohong. Kami sudah menangkap pelaku sebenarnya, tapi tidak disebarkan ke media karena bisa menghancurkan karir ratusan artis lain bahkan yang tidak bersalah. Hari itu, kau menghilang sehingga kami tidak bisa memberi tahu siapapun dari keluarga kalian termasuk ibumu yang menjadi gila. Apa yang menimpamu sekarang adalah salahmu sendiri, Kimura Matsuyama!” ujar Zoh.
”Kau berbohong, kau sedang lupa ingatan!”
”Ingatanku sudah pulih,” ujar Zoh. Kimura membelalakkan matanya. Dia menoleh ke arah Zoh yang duduk di antara dua orang pria bertubuh besar lewat kaca spion mobil.
”Tidak mungkin...,” gumamnya.
Para polisi itu menurunkan pistolnya setelah Rifki memperlihatkan lencana kepolisiannya. Tidak lama kemudian, Kyousuke muncul diantara para polisi dan melihat Nobu yang tergeletak di dalam kamar mandi berlumuran darah.
”Apa yang kalian lihat? Cepat bawa dia!” kata Kyousuke menyuruh beberapa polisi yang merupakan bawahannya. Para polisi langsung membawa jasad Nobu ke dalam kantung mayat dan hendak membawanya keluar. Kyousuke tadinya hendak ikut mengantar jasad Nobu ke mobil, tapi tangannya ditahan Rifki.
“Dia membawa Zoh pergi. Dia juga yang membunuhnya.”
”Siapa maksudmu?” tanya Kyousuke.
”Kimura. Dia membunuhnya.”
”Tidak. Itu tidak mungkin. Kimura sudah mengabdi di kepolisian selama 5 tahun.”
”Tidak ada yang tidak mungkin.”
“Tidak ada yang tidak mungkin kau bilang? Kalau begitu hidupkan Nobu kembali!” kata Kyousuke hendak menghampiri jasad Nobu tapi tangannya masih ditahan oleh Rifki.
“Kita tidak tahu isi hati seseorang walau sudah bersama dengannya selama 5 tahun. Aku benar, kan?” tanya Rifki.
”Benar, makanya aku juga tidak tahu isi hatimu,” ujar Kyousuke.
”Aku sudah berhasil menangkap Steven Herald, aku sudah membuktikan kesetiaanku. Kau harus percaya bahwa bukan aku yang membunuhnya. Sekarang, lebih baik jika kita mencari dimana Yi Jae dan Zoh lalu menyelamatkan mereka.”
”Sayangnya, percuma saja. Kau harus membuktikan dulu bahwa memang bukan kau pelakunya. Yi Jae dan Zoh adalah urusan kepolisian, bukan lagi urusanmu.”
”Tidak percaya? Aku juga,” kata Zoh tersenyum.
”Sejak kapan? Sejak kapan ingatanmu sudah pulih?” tanya Kimura.
”Baru saja. Terimakasih telah membuatku bisa mengingat insiden itu. Sayangnya, aku hanya bisa mengingat itu. Ternyata aku benar-benar Seiji yang sedang lupa ingatan.” Zoh tersenyum sinis menertawakan diri sendiri. Sebagian peristiwa terekam ulang di benaknya, walau tidak seluruhnya itu cukup meyakinkan bahwa dirinya adalah Seiji yang sedang lupa ingatan.
Zoh terdiam dalam gulatan pikirannya. Bibi Akane benar-benar sudah berbohong selama ini. Dan Yi Jae benar-benar wanita yang selama ini dicintainya. Kepalanya kini terasa semakin sakit dan sakit. Ia mencengkram rambutnya kuat-kuat.
“Baguslah, kalau begitu aku bisa meyakinkan pada pamanmu kalau kau memang keponakannya. Aku akan menyerahkanmu kepada yakuza, Seiji. Pamanmu berkata, jika kau tidak mau kembali kepadanya, maka dia akan membunuh Yi Jae. Orang yang ingin Asuka bunuh, sehingga aku tidak perlu mengotori tanganku sendiri,” ujar Kimura masih bicara lewat kaca spion tanpa menyadari sebuah mobil yang melaju kencang dari arah berlawanan menyalip mobil lain.
“Awaas…!!!” teriak salah seorang pria bertubuh besar. Kimura melihat ke jalan dan langsung banting setir. Sebuah motor yang melaju kencang di belakang mobil itu menabrak mobil tersebut, dan pemuda itu terlempar 5 meter ke pinggir jalan. Kepalanya membentur trotoar, tapi untungnya dia memakai helm sehingga tidak fatal.
Deg! Zoh bergeming laksana patung. Matanya nanar melihat peristiwa itu. Nafasnya kian tak teratur dan jantungnya memompa lebih kencang. Tiba-tiba bayangan aneh berkelebat di benaknya, saling rangkai merangkai menjadi kesatuan yang utuh. Mirip pita film terkoyak, atau mirip anak puzzle beterbangan, atau mirip anak rantai yang terputus. Semua itu menjadi sebuah rekaman masa lalu yang kembali terulang...
“Kau harus ingat ucapan pamanmu ini, jika ada orang yang tidak mematuhi perintahmu, bunuh saja! Kau jangan ragu membunuh orang yang menghalangi jalanmu. Karena suatu hari nanti kau akan menjadi orang hebat yang ditakuti banyak orang, apa kau mengerti?” Anak berusia 10 tahun itu mengangguk kecil.
“Ini lucu, kan?” tanya Yi Jae memperlihatkan sebuah boneka teddy bear memakai pakaian pengantin wanita. “Mereka adalah sepasang kekasih seperti kita,” ujar Yi Jae sembari menunjukkan boneka teddy bear yang lain yang memakai pakaian pengantin pria. Seiji hanya tersenyum
PLUK! Hal yang tadi terjadi lagi. Sikat gigi itu jatuh ke westafel. Bahkan lebih parah, tangan Seiji gemetar ketika mencoba untuk mengambilnya. Entah kenapa, seakan sulit sekali.
BRUK! Seiji terjatuh. Rasanya tadi itu saraf-saraf dalam tubuhnya lumpuh sebentar. Mati rasa. Ia mencoba untuk segera bangun lagi sebelum Kyousuke masuk. Firasat buruknya terasa lebih kuat sekarang.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Kyousuke membuka pintu kamar mandi..
“Tidak, lantainya licin,” ujar Seiji berbohong.
“Ada tumor di otakmu yang tepat mengenai otak bagian saraf. Sehingga, bisa jadi kau akan kesulitan mengendalikannya,” ujar Dr. Terry di ruang periksanya pada Seiji. “Penyakit ini akan berkembang perlahan tapi pasti. Sehingga mungkin kau akan sering menjatuhkan sesuatu dan sering terjatuh. Pandanganmu buyar. Dan saraf tubuhmu akan sulit dikendalikan, lebih tepatnya melemah.”
“Aku tidak bohong.” Seiji langsung menyambar bibir Jessica di depan banyak orang. Mereka berciuman di depan Yi Jae! Yi Jae tidak menangis. Sama sekali tidak menangis. Dia hanya langsung pergi berlari dari tempat itu.
Tangannya kaku, kakinya mati rasa, bahkan seluruh tubuhnya mulai terasa lumpuh. BRUK! Seiji terjatuh dari motornya yang sangat ngebut itu. Wajah tampannya terseret di aspal. Belum lagi, mobil kijang dibelakangnya itu menabraknya dan membuatnya terlempar ke tiang pinggir jalan. Motornya terbelah dua. Dan darah segar mengalir dari dalam kepala Seiji banyak sekali.
Gudang
Para yakuza itu membicarakan Yi Jae yang sedang sholat dari kejauhan. Bagi mereka itu aneh sekali. Tidak lama kemudian, Takeshi Amano, seorang pria berambut lurus panjang dan dikuncir seperti ekor kuda masuk ke dalam ruangan gelap itu. Yang alih-alih hanya ada satu lampu neon, dan sebagian besar penerangan didapat dari sinar matahari yang masuk lewat celah jendela.
”Bos, dia sedang oinori,” ujar salah seorang yakuza.
“Oinori? Oh, begitu rupanya oinorinya umat Islam,” ujar Takeshi Amano. Dia lalu berjalan menghampiri Yi Jae yang sedang diikat di kursi. Yi Jae baru saja selesai salam.
”Saya sudah mendapatkan Seiji,” ujar Takeshi. Yi Jae yang mendengarnya terperangah. Seiji? Bukankah Seiji menghilang? “Ternyata tidak perlu membutuhkanmu, seseorang sudah bisa membawakannya kepada saya. Hahaha!”
“Kami berbeda agama, jadi tidak mungkin aku masih punya hubungan dengannya. Sekarang, kau bisa melepaskan aku, bukan?” tanya Yi Jae.
“Aku tidak bisa begitu saja melepaskanmu. Demi Seiji bergabung ke dalam yakuza, kami masih membutuhkanmu.”
Tidak lama kemudian, Kimura muncul dari pintu gudang. Di belakangnya dua orang pria bertubuh besar sedang menyeret seorang pemuda. Orang itu membelakangi sinar matahari sehingga terlihat seperti bayang-bayang. Yi Jae menyipitkan matanya karena tidak bisa melihat muka pemuda yang diseret itu dengan jelas. Hingga akhirnya, pemuda itu makin lama makin dekat dan berdiri di hadapan Takeshi dan Yi Jae. Dia... Zoh?
”Mana uang yang kau janjikan?” tagih Kimura. Takeshi tersenyum kecil, dia memberi isyarat kepada salah satu anak buahnya dan beberapa detik kemudian...
DORR!!! Peluru merajam, bisingannya memenuhi setiap sudut ruangan. Kimura ditembak dari belakang dan ia mati. Yi Jae membelalakkan matanya lebar-lebar. Shock. Ini pertama kalinya dia melihat langsung orang dibunuh di depan matanya sendiri.
”Aku sudah katakan bukan? jangan ragu membunuh orang yang menghalangi jalanmu. Karena kau adalah calon pemimpin yakuza,” kata Takeshi kepada Zoh setengah berbisik. ”TAPI KENAPA KAU MALAH MENJADI BONEKA PARA POLISI ITU?!!!” teriak Takeshi tiba-tiba.
”Karena aku ingin bisa hidup sebagai manusia,” jawab Zoh.
”Kau harus kembali kepada siapa kamu sebenarnya atau orang yang kamu cintai ini meninggal di tanganku.”
Zoh melihat Yi Jae yang duduk dengan tangan diikat dan masih dipenuhi dengan seribu tanda tanya.
”Jangan bunuh dia. Baiklah, aku akan menuruti keinginan Paman,” ujar Zoh. ”Aku berjanji akan menuruti keinginan Paman, tapi bisakah Paman menjauhi kami dan membiarkan kami bicara terlebih dahulu?” tanya Zoh.
Takeshi Amano berjalan menjauh. Walau begitu, Zoh dan Yi Jae masih dalam pengawasannya dan puluhan yakuza lain yang berada di dalam ruangan itu.
”Zoh, ada apa ini sebenarnya? Kenapa kau ikut campur dengan urusanku?” tanya Yi Jae.
”Ini bukan urusanmu. Ini urusanku sepenuhnya. Seharusnya aku tidak menyeretmu ke dalam masalah ini. Seharusnya waktu itu aku saja yang mengantarkan mie ramen karena mereka hanya menginginkanku. Maafkan aku, Yi Jae.”
”Mereka bukan menginginkanmu. Mereka menginginkan Seiji.”
”Aku adalah Seiji!” kata Zoh tiba-tiba.
Yi Jae membisu seketika. Ia hampir tidak bisa mempercayai pendengarannya sendiri.
”Aku adalah Seiji Amano.”
”Mustahil,” ujar Yi Jae dengan nada tercekat.
”Keadaan sudah berubah. Terlalu panjang jika aku menceritakannya sekarang, tapi aku ingat semua kejadian di I.A.S dan di London beberapa tahun yang lalu tentang dirimu, Lee. Tentang kasus Asuka yang hampir membunuhmu, tentang kau yang menyamar menjadi cowok di I.A.S, tentang Da dong, Ryuzaki dan Cecilia, dan tentang malam ulang tahunku waktu itu...”
”Seiji, kenapa kau berbohong? Apa karena kau takut aku khawatir makanya merahasiakan tentang kebenaran bahwa dirimu mengidap penyakit mematikan itu?” tanya Yi Jae mencoba menerima keadaan kalau Zoh memang Seiji. Dalam benaknya terputar kejadian kemarin, Takeshi Amano memang mencari Zoh.
Zoh tertegun. ”Kau sudah tahu?”
”Aku sudah tahu atau belum itu tidak penting lagi sekarang. Yang terpenting sekarang adalah...”
”Membebaskanmu,” kata Zoh tiba-tiba. ”Kau tidak terlibat karena kita memang tidak lagi memiliki hubungan apapun. Yang terpenting sekarang bagiku adalah membebaskanmu.”
”Bagaimana dengan dirimu?” tanya Yi Jae khawatir.
”Mereka berjanji akan membebaskanmu jika aku bergabung bersama yakuza.”
”Agamamu adalah Islam sekarang. Kau tidak boleh bergabung bersama Yakuza!”
“Yi Jae, tenanglah. Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Kau harus percaya kepadaku,” ujar Zoh tersenyum. Yi Jae terhenyak, senyum itu memang milik Seiji walau wajahnya sudah berubah. Yi Jae langsung menundukkan pandangannya, jika ia lama-lama melihat Zoh, ia bisa berikhtilat, yaitu hati berangan-angan dan berkeinginan. Zoh juga sadar, ia tidak bisa lama-lama bicara langsung berhadapan dengan Yi Jae khawatir hatinya kembali mengharap. Ia pun pergi menghampiri pamannya yang berdiri beberapa meter di belakangnya.
Malam hari. Kantor Polisi
Semua orang di dalam ruangan itu membisu. Hari ini mereka kehilangan satu orang yang sangat berharga, Nobu. Bocah itu sangat pintar dalam merancang strategi penyergapan. Ruangan begitu hening hingga akhirnya...
”Tidak ada gunanya terus memikirkan Nobu. Apa yang sudah terjadi biarkanlah. Ada yang lebih penting sekarang, kita harus mencari dimana keberadaan Kimura, Zoh dan Yi Jae.” Rifki memecahkan keheningan.
”Kau bicara begitu karena kau tidak mengenal Nobu lebih dari kami. Kau hanya FBI Skotlandia, bagaimana kau bisa mengatur?” ujar salah seorang polisi.
”Rifki benar. Tentang pemakaman Nobu, kita pikirkan nanti saja. Kita harus segera mencari Kimura, Zoh dan Yi Jae,” bela Kyousuke.
”Tapi dimana kita bisa menemukannya?” tanya polisi yang lain.
”Rumah pamannya. Kita bisa bertemu Yi Jae disana,” kata Rifki. ”Kau tahu rumah pamannya Seiji kan, Kyousuke?” tanya Rifki.
”Iya, aku tahu,” ujar Kyousuke lalu berjalan melewati Rifki. ”Aku harap kau bisa membuktikan dirimu tidak bersalah, Mahatir,” katanya di samping Rifki.
Terkait:
Soru Part 5
“Siapa kau sebenarnya?” tanya Zoh.
”Siapa aku sebenarnya? Kau sedang lupa ingatan, jadi walaupun aku katakan siapa aku yang sebenarnya, kau tidak mungkin ingat.”
”Baiklah, apa maumu?”
”Mauku? Balas dendam atas kematian adikku!” ujar Kimura dengan nada lebih tinggi. ”Tanggal 27 Juli 2001, apa kau ingat itu? Itu adalah hari ditangkapnya Asuka. Itu semua karena ulahmu!” ujar Kimura sambil terus mengemudikan mobilnya.
”Asuka?” tanya Zoh dengan nada tercekat. Kepalanya mulai terasa sakit. Ia seperti pernah mengetahui nama itu.
”Sekarang kau mungkin tidak ingat. Tapi aku akan membuatmu ingat. Kamu tidak mengerti bagaimana Asuka membenci Yi Jae. Yi Jae telah membunuh ayah kami yang dulu. Demi mendapatkan popularitas di Jepang, dia menghipnotis ayahku dan bermalam dengannya. Tapi kau, hanya demi melindungi penyanyi itu, kau menjebloskan adikku ke penjara. Pada hari itu juga, aku membunuh ayahku sendiri dan ibuku menjadi gila.” (Ada di buku pertama ”A Love in I.A.S High School”, cuma karena bukunya hilang, ceritanya tidak kutulis.)
”Aku tidak melakukannya,” Zoh melepaskan tangannya dari kepalanya yang pening.
”Aku akan membuatmu ingat dan mengakui perbuatanmu, Seiji!”
”Bukan pada tanggal 27 Juli 2001, tapi pada tanggal 26 Juli.”
”Apa?”
”Hari ditangkapnya Asuka adalah tanggal 26 Juli 2001, dan pada tanggal 27 Juli adalah rekayasa kepolisian agar bisa menjebak ayahmu dan mendapatkan informasi darinya tentang skandalnya bersama para artis. Tapi ternyata kami gagal mendapatkan ayahmu malam itu, karena kau terlanjur membunuhnya. Tapi, faktanya dugaan skandal tentang ayahmu di infotainment itu adalah bohong. Kami sudah menangkap pelaku sebenarnya, tapi tidak disebarkan ke media karena bisa menghancurkan karir ratusan artis lain bahkan yang tidak bersalah. Hari itu, kau menghilang sehingga kami tidak bisa memberi tahu siapapun dari keluarga kalian termasuk ibumu yang menjadi gila. Apa yang menimpamu sekarang adalah salahmu sendiri, Kimura Matsuyama!” ujar Zoh.
”Kau berbohong, kau sedang lupa ingatan!”
”Ingatanku sudah pulih,” ujar Zoh. Kimura membelalakkan matanya. Dia menoleh ke arah Zoh yang duduk di antara dua orang pria bertubuh besar lewat kaca spion mobil.
”Tidak mungkin...,” gumamnya.
&&&
Para polisi itu menurunkan pistolnya setelah Rifki memperlihatkan lencana kepolisiannya. Tidak lama kemudian, Kyousuke muncul diantara para polisi dan melihat Nobu yang tergeletak di dalam kamar mandi berlumuran darah.
”Apa yang kalian lihat? Cepat bawa dia!” kata Kyousuke menyuruh beberapa polisi yang merupakan bawahannya. Para polisi langsung membawa jasad Nobu ke dalam kantung mayat dan hendak membawanya keluar. Kyousuke tadinya hendak ikut mengantar jasad Nobu ke mobil, tapi tangannya ditahan Rifki.
“Dia membawa Zoh pergi. Dia juga yang membunuhnya.”
”Siapa maksudmu?” tanya Kyousuke.
”Kimura. Dia membunuhnya.”
”Tidak. Itu tidak mungkin. Kimura sudah mengabdi di kepolisian selama 5 tahun.”
”Tidak ada yang tidak mungkin.”
“Tidak ada yang tidak mungkin kau bilang? Kalau begitu hidupkan Nobu kembali!” kata Kyousuke hendak menghampiri jasad Nobu tapi tangannya masih ditahan oleh Rifki.
“Kita tidak tahu isi hati seseorang walau sudah bersama dengannya selama 5 tahun. Aku benar, kan?” tanya Rifki.
”Benar, makanya aku juga tidak tahu isi hatimu,” ujar Kyousuke.
”Aku sudah berhasil menangkap Steven Herald, aku sudah membuktikan kesetiaanku. Kau harus percaya bahwa bukan aku yang membunuhnya. Sekarang, lebih baik jika kita mencari dimana Yi Jae dan Zoh lalu menyelamatkan mereka.”
”Sayangnya, percuma saja. Kau harus membuktikan dulu bahwa memang bukan kau pelakunya. Yi Jae dan Zoh adalah urusan kepolisian, bukan lagi urusanmu.”
&&&
”Tidak percaya? Aku juga,” kata Zoh tersenyum.
”Sejak kapan? Sejak kapan ingatanmu sudah pulih?” tanya Kimura.
”Baru saja. Terimakasih telah membuatku bisa mengingat insiden itu. Sayangnya, aku hanya bisa mengingat itu. Ternyata aku benar-benar Seiji yang sedang lupa ingatan.” Zoh tersenyum sinis menertawakan diri sendiri. Sebagian peristiwa terekam ulang di benaknya, walau tidak seluruhnya itu cukup meyakinkan bahwa dirinya adalah Seiji yang sedang lupa ingatan.
Zoh terdiam dalam gulatan pikirannya. Bibi Akane benar-benar sudah berbohong selama ini. Dan Yi Jae benar-benar wanita yang selama ini dicintainya. Kepalanya kini terasa semakin sakit dan sakit. Ia mencengkram rambutnya kuat-kuat.
“Baguslah, kalau begitu aku bisa meyakinkan pada pamanmu kalau kau memang keponakannya. Aku akan menyerahkanmu kepada yakuza, Seiji. Pamanmu berkata, jika kau tidak mau kembali kepadanya, maka dia akan membunuh Yi Jae. Orang yang ingin Asuka bunuh, sehingga aku tidak perlu mengotori tanganku sendiri,” ujar Kimura masih bicara lewat kaca spion tanpa menyadari sebuah mobil yang melaju kencang dari arah berlawanan menyalip mobil lain.
“Awaas…!!!” teriak salah seorang pria bertubuh besar. Kimura melihat ke jalan dan langsung banting setir. Sebuah motor yang melaju kencang di belakang mobil itu menabrak mobil tersebut, dan pemuda itu terlempar 5 meter ke pinggir jalan. Kepalanya membentur trotoar, tapi untungnya dia memakai helm sehingga tidak fatal.
Deg! Zoh bergeming laksana patung. Matanya nanar melihat peristiwa itu. Nafasnya kian tak teratur dan jantungnya memompa lebih kencang. Tiba-tiba bayangan aneh berkelebat di benaknya, saling rangkai merangkai menjadi kesatuan yang utuh. Mirip pita film terkoyak, atau mirip anak puzzle beterbangan, atau mirip anak rantai yang terputus. Semua itu menjadi sebuah rekaman masa lalu yang kembali terulang...
&&&
“Kau harus ingat ucapan pamanmu ini, jika ada orang yang tidak mematuhi perintahmu, bunuh saja! Kau jangan ragu membunuh orang yang menghalangi jalanmu. Karena suatu hari nanti kau akan menjadi orang hebat yang ditakuti banyak orang, apa kau mengerti?” Anak berusia 10 tahun itu mengangguk kecil.
“Ini lucu, kan?” tanya Yi Jae memperlihatkan sebuah boneka teddy bear memakai pakaian pengantin wanita. “Mereka adalah sepasang kekasih seperti kita,” ujar Yi Jae sembari menunjukkan boneka teddy bear yang lain yang memakai pakaian pengantin pria. Seiji hanya tersenyum
PLUK! Hal yang tadi terjadi lagi. Sikat gigi itu jatuh ke westafel. Bahkan lebih parah, tangan Seiji gemetar ketika mencoba untuk mengambilnya. Entah kenapa, seakan sulit sekali.
BRUK! Seiji terjatuh. Rasanya tadi itu saraf-saraf dalam tubuhnya lumpuh sebentar. Mati rasa. Ia mencoba untuk segera bangun lagi sebelum Kyousuke masuk. Firasat buruknya terasa lebih kuat sekarang.
“Kau tidak apa-apa?” tanya Kyousuke membuka pintu kamar mandi..
“Tidak, lantainya licin,” ujar Seiji berbohong.
“Ada tumor di otakmu yang tepat mengenai otak bagian saraf. Sehingga, bisa jadi kau akan kesulitan mengendalikannya,” ujar Dr. Terry di ruang periksanya pada Seiji. “Penyakit ini akan berkembang perlahan tapi pasti. Sehingga mungkin kau akan sering menjatuhkan sesuatu dan sering terjatuh. Pandanganmu buyar. Dan saraf tubuhmu akan sulit dikendalikan, lebih tepatnya melemah.”
“Aku tidak bohong.” Seiji langsung menyambar bibir Jessica di depan banyak orang. Mereka berciuman di depan Yi Jae! Yi Jae tidak menangis. Sama sekali tidak menangis. Dia hanya langsung pergi berlari dari tempat itu.
Tangannya kaku, kakinya mati rasa, bahkan seluruh tubuhnya mulai terasa lumpuh. BRUK! Seiji terjatuh dari motornya yang sangat ngebut itu. Wajah tampannya terseret di aspal. Belum lagi, mobil kijang dibelakangnya itu menabraknya dan membuatnya terlempar ke tiang pinggir jalan. Motornya terbelah dua. Dan darah segar mengalir dari dalam kepala Seiji banyak sekali.
&&&
Gudang
Para yakuza itu membicarakan Yi Jae yang sedang sholat dari kejauhan. Bagi mereka itu aneh sekali. Tidak lama kemudian, Takeshi Amano, seorang pria berambut lurus panjang dan dikuncir seperti ekor kuda masuk ke dalam ruangan gelap itu. Yang alih-alih hanya ada satu lampu neon, dan sebagian besar penerangan didapat dari sinar matahari yang masuk lewat celah jendela.
”Bos, dia sedang oinori,” ujar salah seorang yakuza.
“Oinori? Oh, begitu rupanya oinorinya umat Islam,” ujar Takeshi Amano. Dia lalu berjalan menghampiri Yi Jae yang sedang diikat di kursi. Yi Jae baru saja selesai salam.
”Saya sudah mendapatkan Seiji,” ujar Takeshi. Yi Jae yang mendengarnya terperangah. Seiji? Bukankah Seiji menghilang? “Ternyata tidak perlu membutuhkanmu, seseorang sudah bisa membawakannya kepada saya. Hahaha!”
“Kami berbeda agama, jadi tidak mungkin aku masih punya hubungan dengannya. Sekarang, kau bisa melepaskan aku, bukan?” tanya Yi Jae.
“Aku tidak bisa begitu saja melepaskanmu. Demi Seiji bergabung ke dalam yakuza, kami masih membutuhkanmu.”
Tidak lama kemudian, Kimura muncul dari pintu gudang. Di belakangnya dua orang pria bertubuh besar sedang menyeret seorang pemuda. Orang itu membelakangi sinar matahari sehingga terlihat seperti bayang-bayang. Yi Jae menyipitkan matanya karena tidak bisa melihat muka pemuda yang diseret itu dengan jelas. Hingga akhirnya, pemuda itu makin lama makin dekat dan berdiri di hadapan Takeshi dan Yi Jae. Dia... Zoh?
”Mana uang yang kau janjikan?” tagih Kimura. Takeshi tersenyum kecil, dia memberi isyarat kepada salah satu anak buahnya dan beberapa detik kemudian...
DORR!!! Peluru merajam, bisingannya memenuhi setiap sudut ruangan. Kimura ditembak dari belakang dan ia mati. Yi Jae membelalakkan matanya lebar-lebar. Shock. Ini pertama kalinya dia melihat langsung orang dibunuh di depan matanya sendiri.
”Aku sudah katakan bukan? jangan ragu membunuh orang yang menghalangi jalanmu. Karena kau adalah calon pemimpin yakuza,” kata Takeshi kepada Zoh setengah berbisik. ”TAPI KENAPA KAU MALAH MENJADI BONEKA PARA POLISI ITU?!!!” teriak Takeshi tiba-tiba.
”Karena aku ingin bisa hidup sebagai manusia,” jawab Zoh.
”Kau harus kembali kepada siapa kamu sebenarnya atau orang yang kamu cintai ini meninggal di tanganku.”
Zoh melihat Yi Jae yang duduk dengan tangan diikat dan masih dipenuhi dengan seribu tanda tanya.
”Jangan bunuh dia. Baiklah, aku akan menuruti keinginan Paman,” ujar Zoh. ”Aku berjanji akan menuruti keinginan Paman, tapi bisakah Paman menjauhi kami dan membiarkan kami bicara terlebih dahulu?” tanya Zoh.
Takeshi Amano berjalan menjauh. Walau begitu, Zoh dan Yi Jae masih dalam pengawasannya dan puluhan yakuza lain yang berada di dalam ruangan itu.
”Zoh, ada apa ini sebenarnya? Kenapa kau ikut campur dengan urusanku?” tanya Yi Jae.
”Ini bukan urusanmu. Ini urusanku sepenuhnya. Seharusnya aku tidak menyeretmu ke dalam masalah ini. Seharusnya waktu itu aku saja yang mengantarkan mie ramen karena mereka hanya menginginkanku. Maafkan aku, Yi Jae.”
”Mereka bukan menginginkanmu. Mereka menginginkan Seiji.”
”Aku adalah Seiji!” kata Zoh tiba-tiba.
Yi Jae membisu seketika. Ia hampir tidak bisa mempercayai pendengarannya sendiri.
”Aku adalah Seiji Amano.”
”Mustahil,” ujar Yi Jae dengan nada tercekat.
”Keadaan sudah berubah. Terlalu panjang jika aku menceritakannya sekarang, tapi aku ingat semua kejadian di I.A.S dan di London beberapa tahun yang lalu tentang dirimu, Lee. Tentang kasus Asuka yang hampir membunuhmu, tentang kau yang menyamar menjadi cowok di I.A.S, tentang Da dong, Ryuzaki dan Cecilia, dan tentang malam ulang tahunku waktu itu...”
”Seiji, kenapa kau berbohong? Apa karena kau takut aku khawatir makanya merahasiakan tentang kebenaran bahwa dirimu mengidap penyakit mematikan itu?” tanya Yi Jae mencoba menerima keadaan kalau Zoh memang Seiji. Dalam benaknya terputar kejadian kemarin, Takeshi Amano memang mencari Zoh.
Zoh tertegun. ”Kau sudah tahu?”
”Aku sudah tahu atau belum itu tidak penting lagi sekarang. Yang terpenting sekarang adalah...”
”Membebaskanmu,” kata Zoh tiba-tiba. ”Kau tidak terlibat karena kita memang tidak lagi memiliki hubungan apapun. Yang terpenting sekarang bagiku adalah membebaskanmu.”
”Bagaimana dengan dirimu?” tanya Yi Jae khawatir.
”Mereka berjanji akan membebaskanmu jika aku bergabung bersama yakuza.”
”Agamamu adalah Islam sekarang. Kau tidak boleh bergabung bersama Yakuza!”
“Yi Jae, tenanglah. Aku tahu apa yang harus aku lakukan. Kau harus percaya kepadaku,” ujar Zoh tersenyum. Yi Jae terhenyak, senyum itu memang milik Seiji walau wajahnya sudah berubah. Yi Jae langsung menundukkan pandangannya, jika ia lama-lama melihat Zoh, ia bisa berikhtilat, yaitu hati berangan-angan dan berkeinginan. Zoh juga sadar, ia tidak bisa lama-lama bicara langsung berhadapan dengan Yi Jae khawatir hatinya kembali mengharap. Ia pun pergi menghampiri pamannya yang berdiri beberapa meter di belakangnya.
&&&
Malam hari. Kantor Polisi
Semua orang di dalam ruangan itu membisu. Hari ini mereka kehilangan satu orang yang sangat berharga, Nobu. Bocah itu sangat pintar dalam merancang strategi penyergapan. Ruangan begitu hening hingga akhirnya...
”Tidak ada gunanya terus memikirkan Nobu. Apa yang sudah terjadi biarkanlah. Ada yang lebih penting sekarang, kita harus mencari dimana keberadaan Kimura, Zoh dan Yi Jae.” Rifki memecahkan keheningan.
”Kau bicara begitu karena kau tidak mengenal Nobu lebih dari kami. Kau hanya FBI Skotlandia, bagaimana kau bisa mengatur?” ujar salah seorang polisi.
”Rifki benar. Tentang pemakaman Nobu, kita pikirkan nanti saja. Kita harus segera mencari Kimura, Zoh dan Yi Jae,” bela Kyousuke.
”Tapi dimana kita bisa menemukannya?” tanya polisi yang lain.
”Rumah pamannya. Kita bisa bertemu Yi Jae disana,” kata Rifki. ”Kau tahu rumah pamannya Seiji kan, Kyousuke?” tanya Rifki.
”Iya, aku tahu,” ujar Kyousuke lalu berjalan melewati Rifki. ”Aku harap kau bisa membuktikan dirimu tidak bersalah, Mahatir,” katanya di samping Rifki.
&&&
Terkait:
Soru Part 5
wah
ReplyDeletesemakin seru nih kak
soru masih sampai part 6 kah?
ReplyDeletehuwaa..makin seruu...
ditunggu kaak...
deta...trusan.a mana ?
ReplyDeletepenasaran neh..haha