Saudariku, ada saatnya ketika
hati ini merindukan seseorang. Saat muncul seribu perhatian. Saat kita ingin
bertemu dengannya. Juga saat kita ingin tahu apa yang dia lakukan setiap harinya.
Sayang, dia bukan mahrom. Sebagai akhwat pun kita tertunduk malu.
Kita tahu bahwa setiap insan
punya potensi yang sama untuk jatuh cinta pada lawan jenis. Yang membedakannya
adalah seperti apa kita dapat menyikapi fitrah hati tersebut, entah cinta kita
bertepuk sebelah tangan atau tidak. Sebagian dari kita ada yang memilih untuk
mengumbar nafsunya dengan berpacaran, tapi sebagian lain ada yang justru
cintanya pada manusia itu menambah keimanannya pada Allah.
Aku sempat tidak mengerti makna
dari cinta karena Allah, karena beberapa orang yang mengatakan pada lawan
jenisnya “uhibbuki fillah” atau “uhibbuka fillah” sementara dia tetap
melanggar syari’at dengan berpacaran. Apakah itu benar-benar cinta karena
Allah? Entah dalihnya berpacaran Islami dengan tidak bersentuhan atau pacarannya
di mushola, tetap saja ikhtilat. Tidak ada daging babi menjadi halal hanya
dengan mengucap basmalah saat memotongnya, begitu pula tidak ada istilah
pacaran islami.
Saudariku, mari kita bercermin
melihat motif dasar kita mencintai seseorang. Apakah lantaran ketaatannya pada
Allah atau tidak? Hal ini jauh berbeda dengan cinta karena ketertarikan dan
memuaskan hawa nafsu belaka. Maka dari itu, jika benar cinta kita karena Allah,
maka kita akan berusaha tetap berjalan sesuai syari’at agama dan tidak
melanggar ketentuan dari-Nya. Kita juga akan berdoa agar orang yang kita cintai
tetap berada di bawah naungan Allah SWT.
Sebuah hadits mengatakan, “Tidaklah
seseorang diantara kalian dikatakan beriman, hingga dia mencintai sesuatu bagi
saudaranya sebagaimana dia mencintai sesuatu bagi dirinya sendiri.”
Para ulama mengatakan tentang
maksud hadits tersebut, “yakni tidak
beriman dengan keimanan yang sempurna, sebab jika tidak, keimanan secara asal
tidak didapatkan seseorang kecuali dengan sifat ini”. Dan makna dari “sesuatu bagi saudaranya” adalah ketaatan
dan sesuatu yang halal. Sebagaimana dijelaskan dalam hadits yang diriwayatkan
oleh An-Nasa’i, “...hingga dia mencintai
bagi saudaranya berupa kebaikan sebagaimana dia mencintai hal itu terjadi bagi
dirinya.”
Saudariku, bukankah kau ingin dirinya
tetap senantiasa berada dalam kebaikan? Bukankah kau ingin bersamanya di
surga-Nya, bukan di neraka-Nya? Maka luruskan kembali hatimu dan jangan
tergelincir dengan menuruti syahwat sesaat walau sebatas lirikan mata. Seperti kata
AA Gym, berhati-hatilah karena cinta itu ibarat minum air laut, semakin diminum
semakin haus. Jagalah agar cintamu padanya tidak melebihi cintamu pada Allah
SWT. Tempatkanlah dia pada posisi seharusnya.
Saudariku, cukup bagimu
mengiringi langkahnya dalam doa saat kamu memperpanjang sujudmu, atau saat kamu
berkhalwat dengan Allah SWT di sepertiga malam terakhir. Memohon ampunan bagimu
juga bagi dirinya. Itulah bentuk cinta yang sesungguhnya, yang tak terjamah ego
dan hawa nafsu. Begitu pula seperti dirimu menginginkan doa dari orang lain
untukmu kebaikan.
Cintailah karena Allah dan
bencilah karena Allah. Bertemu dan berpisah karena Allah. Cinta yang bermuara
yang mengantarkan pada kebahagiaan yang mendalam. Yang berlandaskan cinta pada
Zat yang begitu mencintai hamba-Nya dan tidak pernah meninggalkan hamba-Nya
saat galau dan bimbang. Tempatkanlah cintamu pada Allah di atas segala-galanya,
karena Dia-lah yang menciptakan cinta dan hati tempat cinta itu bersemayam.
Saudariku, Allah itu Maha
Mengetahui. Allah itu Maha Besar lagi Maha Pengasih. Dia sudah menetapkan
kepadamu seseorang yang akan membuat hidupmu menjadi sempurna. Hanya saja Dia
menginginkanmu untuk bertemu pada waktu yang tepat dan indah pada waktu yang
telah Dia tentukan. Inilah jalan Allah, saat ini Dia memberikanmu kaktus
berduri, tapi percayalah suatu saat nanti kaktus itu akan berbunga. Saat ini
dia memberikanmu ulat bulu, tapi suatu saat nanti ulat bulu itu akan berubah menjadi kupu-kupu yang indah.
Semua ini adalah proses, semua
ini adalah badai menuju kedewasaan yang juga dilalui remaja-remaja yang lain.
Mungkin Allah menghendaki agar cintamu padanya itu menjadi proses belajar untuk
menghargai setiap orang yang pernah hadir dalam hidupmu.
Saudariku, sekarang mungkin kau belum siap melangkah
lebih jauh dengan seseorang, maka cukup cintai dirinya dalam diam. Itulah bukti
cintamu padanya. Dengan begitu kau telah memuliakan dirinya dengan tidak
mengajaknya menjalin hubungan yang terlarang dan tak mau merusak penjagaan
hatinya. Sebagaimana Fatimah Az Zahra dan Ali bin Abi Thalib yang diam namun
akhirnya menikah. Bersabarlah dalam diammu karena rusuk tulang takkan tertukar..
n_n
Semoga
Allah menetapkan hati kita pada keimanan dan menganugerahkan kita cinta yang
hakiki hingga ke akhirat sana. Amin. (qon/dari berbagai sumber)
Artikel Terkait:
Artikel Terkait:
- [Cerbung Fiksi Ilmiah] Indonesia Terakhir Part 1
- 14 Cara Menjadi Pembicara Forum Internasional
- Mengapa Pacaran Haram? Mengapaaaa???
- Karena Permata itu Dicari, Ukhti
- [Pantun Puisi] Love Is... Is
- Jadi Ikhwan Jangan Genit
- Mari Kita Berhenti Mengidolakan Artis!
- Hukum Ghadhul Bashar (Menundukkan Pandangan)
- Saat Ikhwan Menyatakan Cinta
- Hikmah Makanan Tentang Cinta
- Duh... Cinta!
- [Hikmah] Inilah Hidup
salam sukses gan, bagi2 motivasi .,
ReplyDeleteBersabarlah dalam bertindak agar membuahkan hasil yang manis.,.
ditunggu kunjungan baliknya gan .,.
Aku seneng banget baca info ini :D
ReplyDeleteselagi bermanfaat, ini pelajaran buat aku supaya bisa menahan hati ini kepada dia :)
lewat cinta secara diam-diam dan mendoakan dia setiap hari selesai solat berada dalam perlindungan Allah SWT aku harap dia bisa tahu bagaimana cara menjaga hijab :D
Makasih infonya ya :D
maka dari itu , pentingnya bagikita menjaga pandangan .
ReplyDelete