Monday, April 23, 2018

Kilas Balik ICFP 2016, Mengapa Bisa Diterima?


Tulisan ini ditulis dalam rangka memotivasi teman-teman yang ingin mendaftar ICFP 2018 di Kigali, Rwanda. Deadline pendaftaran Youth Video Contest adalah 21 Mei 2018. http://fpconference.org/2018/youth/

ICFP 2016 atau International Conference on Family Planning adalah konferensi paling besar dan bergengsi dalam bidang keluarga berencana. Dari tahun ke tahun, 3000 hingga 4000 peserta hadir dalam konferensi ini dan 80% peserta adalah bule. Termasuk di antara pembicara adalah para pembuat kebijakan dunia dan para pejabat tinggi negara. Nama yang terkenal misalnya Pak Jokowi, Pak Habibie maupun Melinda Gates. ICFP ini sendiri dari tahun ke tahun diadakan oleh John Hopkins Bloomberg School of Public Health dan Bill & Melinda Gates Foundation.


Waktu itu saya terpilih mewakili Indonesia sebagai moderator. Konferensi ini adalah konferensi pertama dan fully funded yang saya ikuti sebelum akhirnya banyak mengubah hidup saya secara drastis. Saya mendapat fasilitas tiket PP pesawat garuda, kamar VIP hotel bintang 5 termahal di Bali selama 6 malam, uang saku 2.5 juta rupiah, dan biaya pendaftaran konferensi 400USD atau 6 juta rupiah. Btw itu juga pertama kalinya saya naik pesawat. Hihi.



Jadi sebelum itu, saya melihat pembukaan pendaftaran seleksi videonya di opportunitydesk.org. Tapi saya bingung mengisi aplikasinya karena saya merasa tidak aktif dalam berbagai bidang mengenai keluarga berencana. Biasanya kan kita denger KB itu apa sih? Dua anak cukup, kan?

Lalu ketika saya pulang, saya sempat curhat ke ummi kalau saya ingin mendaftar konferensi di Bali tapi harus ada syarat punya pengalaman di bidang keluarga berencana. Karena saya pengen banget daftar, saya pelajari lebih lanjut. Ternyata, KB bukan hanya tentang dua anak cukup; bisa juga masalah pernikahan dini, kesehatan remaja, pendidikan seks, dunia kebidanan, pemberdayaan perempuan dsb. Begitu pula subtema-subtema dari ICFP 2016 ternyata sangat banyak, bukan cuma bicara mengenai metode-metode alat kontrasepsi. Bicara alat kontrasepsi, dulu saya awam banget beginian. Sekarang mulai sering diundang untuk jadi pemateri bahasan-bahasan yang agak dewasa.

Diantara subtema itu ada pernikahan dini. Terus saya teringat kontribusi saya di PPA-PKH tahun 2015 sebagai salah satu volunteer pengajar. Terdapat ratusan siswa putus sekolah SD maupun SMP dan sebagian besar adalah perempuan di PPA PKH 2015. Rata-rata penyebab anak perempuan putus sekolah adalah karena orang tua mereka berkeyakinan kalau perempuan gak perlu berpendidikan tinggi selama udah bisa mengurus anak dan memasak. Terus saya jadikan pengalaman itu dalam esai seleksi ICFP 2016. Saya kontra pernikahan dini. (Baca juga: Perempuan, Berkaryalah. Jangan Ikut-Ikutan Menikah Muda).


Sementara untuk seleksi video saya bicara soal pengembalian keluarga berencana di Indonesia yang dekade terakhir ini stagnan di angka 2.6. Artinya rata-rata keluarga di Indonesia punya anak 2.6. Padahal targetnya adalah 2 per keluarga. Meski video itu sedikit kontroversial dan mengundang banyak perdebatan. Beberapa teman saya di grup-grup whatsapp bahkan bilang kalau saya anteknya Yahudi. Mereka beranggapan bahwa hukum KB asalnya adalah haram. Padahal banyak hadits-hadits lain yang juga menyirakatkan KB itu boleh dilaksanakan. Bahkan diwajibkan untuk beberapa kondisi. Beberapa ulama mahsyur seperti Sayyid Sabiq saja membolehkan KB demi kesehatan istri. (Baca Juga: Pembatasan Kelahiran dan Keluarga Berencana).

Teman-teman bisa lihat video-video pemenang kompetisi Youth Video Contest lainnya disini: Youth Delegate Video Submission from Previous Years . Ada sekitar 30 pemuda seluruh dunia yang akhirnya dibiayai pesawat dan kamar hotelnya oleh penyelenggara. Rata-rata videonya tidak terlalu bagus dalam kualitas editing danpengambilan gambar. Mungkin juri lebih mementingkan konten dari video tersebut daripada visual editingnya.

Beberapa bulan kemudian, sebuah email masuk ke inbox Yahoo saya. Penyelenggara berkata bahwa saya lulus ICFP 2016. Terus saya girangnya bukan main, sambil loncat-loncat di atas sofa. Hehe.


Saya lalu bertemu dengan Kak Nanda dan Steven. Dua orang Indonesia lainnya yang terpilih dalam Youth Video Contest. Kak Nanda baru selesai menempuh pendidikan dokter UNPAD dan Steven jurusan Hubungan Masyarakat di BINUS University, dia aktif dalam organisasi bernama Generasi Berencana. Organisasi pemuda di bawah BKKBN bicara kesehatan remaja. Saya merasa, dibandingkan mereka, saya adalah yang paling minim pengalamannya dalam bidang keluarga berencana. Tapi daripada minder, saya jadikan itu sebagai sarana belajar.


Saat tiba di acara ICFP 2016, saya bertemu dengan teman-teman bule saya yang lain. Sebagian besar dari mereka menempuh pendidikan kedokteran, kesehatan masyarakat, atau kebidanan. Mereka sudah menghadiri berbagai macam konferensi di berbagai penjuru dunia berbicara mengenai kesehatan. Ketika mereka mengirim foto-foto (di grup wa) saat ICFP 2013 dan juga International AIDS conference, saya baru sadar kalau memang pesertanya biasanya itu lagi-itu lagi. Jadi kalau teman-teman hadir dalam sebuah konferensi tahunan atau ICFP 2018 tahun ini, jangan heran kalau misalnya lebih dari 50% peserta sudah saling mengenal sebelumnya. Saat konferensi Women Deliver di Denmark, para peserta pun melakukan reuni lagi. Tapi sayangnya saya tidak sempat mendaftar konferensi itu karena ketinggalan informasi.


Lalu apakah sulit untuk diterima di konferensi fully funded jika lebih dari 50% peserta itu lagi itu lagi? Saya jawab ya... susah-susah gampang. Tapi selama kalian dapat mendemonstrasikan dengan baik kontribusi kalian yang satu visi misi dengan konferensi itu, insyaa Allah kalian juga bisa menjadi bagian dari keluarga tersebut. Dan selalu ada regenerasi untuk peserta yang sudah melewati usia 25 tahun. 

Waktu saya wawancara salah satu senior saya di kampus, info ICFP sebenarnya sampai di kampus-kampus besar seperti UI. Tapi sebagian besar mahasiswa kurang peduli dengan isu KB seperti ini atau tidak terlalu serius ketika diminta berkomitmen untuk menghadiri konferensi. Ada pertanyaan, "Apakah Anda berkomitmen untuk menghadiri ICFP 2016 dari tanggal sekian ke sekian?" terus jawabnya "kalau dosen ngizinin." wkwk.

Hari pertama ICFP 2016, saya dan Steven tertinggal youth meeting selama satu hari karena kesalahan pembelian jadwal pesawat oleh Mbak-mbak dari BKKBN. Tapi selanjut-selanjutnya alhamdulillah saya ikut aktif dalam berbagai diskusi dan juga workshop. Dengan bahasa Inggris yang sangat terbatas.


Saya terpilih memoderatori sesi bidan, dan saat itu salah satu tokoh idola saya, Pape Gaye (President Intrahealth International) datang menyaksikan sesi bidan itu. Terus saya salting banget. Wkwk. Meski saya sih ngerasa, I could have done better. Dulu speaking saya modal nekat banget dan jelek. Sekarang setelah abis-abisan belajar bahasa Inggris dan juga udah mulai sering rapat sama bule dan hadir di konferensi internasional, saya ngerasa maluuu banget sama bahasa Inggris saya yang jadul. Rasanya mau tenggelem aja di perut bumi kalau inget-inget lagi. Tapi saya masih tulis tulisan ini buat temen-temen... baik kan saya kan? Hehehe.


Teman-teman nih buat yang ingin ikut konferensi apalagi yang maju ke depan untuk ngomong, menurut saya persiapan bahasa Inggris wajib banget. Dulu saya gak persiapan, dan baru nyiapin 1 jam sebelum sesi yang saya bawakan. Hasilnya ancurrr banget bahasa Inggris saya kala itu, bisa dimengerti sih tapi malu ngingetnyaaa. Harusnya kita siapkan dari minggu-minggu sebelumnya, sambil ngaca di depan cermin bawa teks bahasa Inggris kemungkinan isi moderasi atau plenary speaking kita mau kayak apa.


Selain itu dalam sesi exhibition, saya bertemu dengan seorang jurnalis AS dan berdiskusi soal Pancasila dan pre-marital seks saat demonstrasi pemakaian alat kontrasepsi. Terus, mereka terheran-heran karena saya tidak pernah melalukan pre-marital seks. Bahkan saya bilang “I don’t even touch men, how can I do pre-marital sex with them?” Lol. Buat temen-temen yang mau lihat contoh diskusi dalam ICFP 2016, bisa dilihat disini: Diskusi Saya Bersama Jurnalis AS tentang Pancasila.

Hari berlalu dan penutupan ICFP 2016 dilaksanakan. Teman saya Trevor Arnett bersama Otuck William menyanyikan lagu bertema family planning sambil nge-rap. Keduanya teman baik saya. Mereka sering menciptakan lagu tema 17 SDGs bersama Tasya Kamilla di Kantor Pusat PBB. Beberapa bulan kemudian, mereka bahkan mengobrolkan saya dengan Tasya saat di New York City.


Sampai saat ini saya menjaga pertemanan baik dengan bule-bule itu meski berbeda akidah dan pandangan (Mereka pro LGBT, saya tidak. Mereka pro pre-marital sex, saya tidak). Saya berdiskusi dengan mereka, tapi tidak membuat permusuhan atau membuat mereka merasa buruk. Kembali lagi, dengan pancasila sila pertama: ketuhanan yang maha Esa. Nilai-nilai dan norma bangsa ini berdasarkan nilai-nilai agama. Jika ada nilai-nilai yang sama antara nilai Islam dan nilai Barat, maka perlu disatukan dalam sebuah jembatan atas nama kemanusiaan.


Tahun 2018 ini saya mengajukan lagi untuk bisa diterima ICFP 2018. Saya juga mengirimkan beberapa abstrak penelitian saya. Saya sih merasa pengetahuan saya sekarang tentang KB jauh lebih baik daripada 2 tahun lalu. Namun apakah saya diterima atau tidak, itu murni kuasa Allah.

Comments
4 Comments

4 comments:

  1. Mba maryam ada beberapa hal yang ingin saya tanyakan, apakah saya boleh meminta no WA mba? Atau email mba? (ini email saya noviaslhti@outlook.de) terima kasih mba

    ReplyDelete
  2. This comment has been removed by the author.

    ReplyDelete
  3. Assalammu'alaikum.. kak, bagaimana cara berdiskusi tanpa membuat mereka buruk, dan bagaimana cara agar prinsip kita tidak goyah karna mayoritas mereka membela itu (contoh: pro LGBT dan pro pre-marital)

    Semoga kakak berkenan menjawab. Terimakasih

    ReplyDelete
  4. @Zunitta,

    Paling penting banyak baca dan banyak diskusi, lihat segala sesuatunya dari berbagai perspektif.

    ReplyDelete

Jangan jadi silent reader, giliranmu bercuap-cuap ria.

Related Posts Plugin by ScratchTheWeb