Monday, August 25, 2014

Catatan Kecil Mahasiswa Tingkat Satu

               
 Lebih dari satu tahun gak nyentuh blog ini sama sekali. Akhirnya bertekad lagi ingin nge-post. Kaget juga, meski udah banyak sarang laba-labanya, kunjungan ke blog ini bisa mencapai 800 pageviews sehari. Padahal dulu sehari rata-rata hanya 300-500 pageviews

                Entah kenapa pengen berkicau lagi, terutama setelah setahun merasakan jadi mahasiswa di kampus hijau, Universitas Negeri Jakarta. Benar-benar butuh adaptasi luar biasa, 18 tahun tinggal di bawah kaki gunung ciremai harus pindah ke ibu kota dengan segudang permasalahannya. Mulai dari macet, banjir, panas, juga biaya hidup yang mahalnya minta ampun. Kamar kosan seluas kamar mandi di rumah aja, harga sewanya 600 ribu rupiah sebulan, belum sama uang listrik.

                Meski aku gak yakin bisa merangkum semua yang terjadi selama satu tahun, tapi aku akan melakukannya sebaik mungkin.

            Mahasiswa Baru Terbaik dan Ketua Angkatan Fakultas

                Bermula sewaktu MPA (Masa Pengenalan Akademik), saking semangatnya jadi maba, aku seneng banget bikin kesel kakak kelas dengan mengadukan semua pelanggaran yang kubuat. Aku bilang, “Kak, aku minta hukuman.” Mungkin ini yang membedakan seseorang yang sudah mendamba kuliah sejak satu tahun yang lalu. Aku ingin sebaik mungkin memanfaatkan waktu mumpung jadi mahasiswa.

                17 Agustus 2013, fakultas mengadakan uji nyali siapa yang berani berpidato di depan 700 mahasiswa baru lainnya dengan tema dadakan yang nantinya mereka berikan. Ada banyak yang maju, namun hanya tersisa 6 orang yang bisa memberikan pidatonya, termasuk diriku. Dan terpilihlah, jengjengjeng… ketua angkatan Mahasiswa Baru Fakultas Ilmu Pendidkan: Maryam Qonita dari hasil voting 700 maba.

                Begitu pula di jurusan, aku dinobatkan sebagai mahasiswa baru terbaik. Abis itu ngasih pidato capcipcus gak jelas, selain itu juga di event-event lainnya seperti kemping-kemping, aku selalu dipilih jadi “Peserta Teladan”. Aku merasa amanah dipikul ke punggungku, tapi juga senang sekali pemikiran-pemikiranku bisa mudah tersampaikan.

            Aktif di Organisasi Juga IPK Tertinggi

                Didaktika adalah nama Lembaga Pers Mahasiswa UNJ, dan bisa dibilang Didaktika ini yang membentuk karakterku selama satu tahun. Karakter sotoy, ingin tahu, suka menulis, dan suka berdiskusi. Sebelumnya, ummi adalah seorang Aktivis Pers Mahasiswa 98, mungkin semangat ini yang turun kepadaku. Namun ummi pernah dipenjara di zaman Soeharto bahkan di Drop Out dari sekolah, jadi dia sangat menentang keras aku tergabung di Pers Mahasiswa.

                Tapi selama setahun penuh aku tetap di organisasi ini. Dari sini aku bertemu dengan Aliansi Jurnalis Independen (AJI), aku rela pulang kampus tiap jam 11 malam meski diledekin “cewek gak bener”, rela begadang hingga jam 3 malam tiap diskusi politik, rela nongkrongin gedung rektorat lima jam demi sebaris dua baris kalimat narasumber, hingga rela menyelinap masuk ke Kemdikbud (padahal gak diundang) demi merekam moment-moment penting.

                Meski aku sangat menyukai organisasi ini melebihi jurusanku sendiri, namun sayang aku harus melepasnya. Selain karena aku ingin fokus menulis fiksi daripada nonfiksi, aku juga gak ingin memberatkan orang tua. Ummi bahkan bicara langsung pada anak-anak Didaktika yang lain masalah ekonomi keluarga sehingga aku tidak bisa menghadiri pelantikan pada akhirnya.

                Entahlah, aku sempat mendengar abi mengatakan kalau dia tertipu dan kehilangan uang kampanye hingga 100 juta rupiah. Sementara saat itu juga aku harus hadir di acara pelantikan yang akan menghabiskan biaya Rp 700.000. Udah ah, mikirannya aja bisa bikin aku nangis lagi.

                Meski tetap disibukkan dengan banyak organisasi, Alhamdulillah IPK ku tertinggi se-angkatan yaitu 3,85. Aku juga menjuarai berbagai perlombaan seperti lomba debat se-Jurusan, lomba cerpen se-Jakarta, lomba karya tulis ilmiah, dll. Sebelumnya juga menjuarai perlombaan menulis esai bahasa Inggris se-wilayah Provinsi Jawa Barat.

            Kembali Menulis Fiksi

                Aku kembali menulis fiksi pertengahan masa-masa kuliah. Baru dua judul cerpen sih yang diterbitkan secara nasional sebagai bagian antalogi, tapi aku sudah merasa sebagai seorang penulis. Pamanku yang seorang sutradara kembali menawarkanku untuk membuat skenario, aku pun menulis dengan judul “Asmara dalam Asrama”. Tapi sayangnya, dua kali ditolak Production House karena terlalu relijius dan tidak memenuhi keinginan pasar. Kecuali …. aku harus menulis dengan gaya FTV.

                Untungnya aku punya banyak kenalan dan tergabung dalam Forum Lingkar Pena se-Jakarta Raya dan selalu bertemu dengan para penulis-penulis hebat lainnya.  Sekarang aku juga sedang menggarap skenario baru, yang mau tak mau harus bergaya cinta-cintaan ala FTV. Meski aku tidak tahu akan lolos lagi apa tidak. Tapi setidaknya aku harus menghabiskan jatah gagalku dulu, hingga sisanya adalah keberhasilan.

Pengalaman Mengajar di Rumbel TEKO

Setelah setahun menghafal Qur’an tentunya aku ingin mengajarkan Al-Qur’an agar tidak sia-sia. Alhamdulillah, Fakultas Ilmu Pendidikan UNJ memberiku kesempatan mengajar sukarela di kawasan slum area di Sunan Giri. Jadi setiap hari Kamis meluangkan waktu bersama anak-anak membaca IQRO, Quran dan menghafalkannya. Di antara mereka ada yang ingin jadi dokter, guru, ustadz, bahkan pemain sepak bola.

Lolos Pertukaran Pelajar ke Taiwan

Di akhir tahun sebagai mahasiswa tingkat 1, aku mendaftarkan diri ke AIESEC SU UNJ. Hanya beberapa mahasiswa yang pada akhirnya berhasil lolos seleksi, termasuk aku salah satunya. Namun tidak ada satupun mahasiswa UNJ yang berhasil lolos seleksi wawancara untuk ke Taiwan. Akhirnya kebanyakan dari mereka mengikuti seleksi wawancara yang ke China atau negara lainnya.

Mungkin orang Taiwan yang mewawancaraiku itu tertarik ketika ku mengatakan bahwa aku sangat ingin menulis buku berlatar belakang di Taiwan. Mungkin.. mungkin ya, ini jadi penyebab aku lolos seleksi.

Dari semua mahasiswa se-Jakarta, hanya aku dan seorang mahasiswi keturunan china dari BINUS yang lolos seleksi pertukaran ke Taiwan. Segala persiapan sudah kulakukan, bahkan mendadak bikin paspor. Meski uang pendaftaran 2 juta rupiah sempat kecopetan di busway, dan bikin nangis seharian bahkan pingsan (sst…). Tapi akhirnya aku tetap signing contract. Tapi sayangnya, uang naik pesawat tidak bisa ditoleransi. Sayangnya waktu itu tiket PP ditanggung sendiri, sementara uang sponsor tidak segera turun. Jadi terpaksa aku membatalkan keberangkatanku setelah signing contract.


Sekarang masih liburan kuliah. Aku masih belum bisa membayangkan bagaimana teman-teman mencoba menghibur perasaanku nanti. Aku akan mencoba tersenyum dan mengatakan, “Biasa aja kali…” atau “Aku gak apa-apa”. Sejujurnya, rasanya ingin teriak karena rasa kecewa. Aku ingin sekali menulis buku dengan latar belakang di luar negeri… seperti Andrea Hirata, Ahmad Fuadi, dll. Inilah menjadi salah satu alasan kenapa ke depannya aku masih akan terus mencoba.

Comments
0 Comments

0 comments:

Post a Comment

Jangan jadi silent reader, giliranmu bercuap-cuap ria.

Related Posts Plugin by ScratchTheWeb